PROBATAM.CO, Batam – Wabah nyamuk Aedes Aegypti mulai mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2019, terdapat 728 orang warga Batam terserang demam berdarah (DBD) yang disebabkan oleh nyamuk berbahaya tersebut.
Jumlah korban demam berdarah pada tahun ini terbilang meningkat dibandingkan tahun 2017 dan 2018 lalu. Di tahun 2017, jumlahnya 593 orang. Sedangkan pada 2018, menjadi 693 orang korban.
Kendati demikian, jumlah korban di tahun ini disebut Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Didi Kusmarjadi, terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga yakni Singapura.
Didi mengajak seluruh pihak untuk bisa melakukan pencegahan sejak dini guna menghindari dan menekan jumlah kasus DBD di Kota Batam. Terlebih saat cuaca hujan sejak awal, tengah dan akhir tahun cenderung menjadi faktor perkembangbiakan nyamuk tersebut.
“Untuk menekan angka ini, kiranya diperlukan kerjasama semua pihak untuk mencegah penyebaran kasus DBD di Kota Batam,” kata Didi, Rabu (8/1).
Menurutnya, upaya yang harus dilakukan untuk mencegah hal tersebut terjadi adalah dengan melakukan pola menguras, menutup dan mengubur atau 3M.
Diantaranya seperti menguras serta menyikat tempat penampungan air seperti bak mandi dan drum. Kemudian, kata dia, menutup rapat-rapat tempat penampungan air dan mengubur atau memanfaatkan kembali barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti botol bekas, ban bekas dan lainnya.
“Cara lain adalah dengan menutup wadah air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti, mengganti air vas bunga seminggu sekali,” jelasnya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI merilis ada 110.921 kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah Indonesia sepanjang Januari hingga 31 Oktober 2019.
“Angka ini meningkat cukup drastis dari 2018 dengan jumlah kasus berada pada angka 65.602 kasus,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Siti Nadia Tarmizi dalam keterangan resminya di Jakarta.
Dijelaskannya, peningkatan kasus DBD pada 2019 salah satunya disebabkan beberapa kabupaten dan kota di Indonesia mengalami kejadian luar biasa (KLB).
Selain itu, masih banyak masyarakat yang tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara rutin. Misalnya, mengumpulkan dan membersihkan botol-botol minuman yang bisa menjadi sarang nyamuk.
Kabupaten dan kota yang mengalami KLB DBD tersebut di antaranya Kota Manado, Kota Kupang dan Labuan Bajo sehingga total kasus mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Secara rinci, ia menyebutkan kasus DBD tertinggi per 31 Oktober 2019 ditemukan di Provinsi Jawa Barat dengan total 19.240 kasus.
Kemudian, Jawa Timur 16.699 kasus, Jawa Tengah 8.501 kasus, Jakarta 8.408 kasus, Sumatera Utara 5.721 kasus dan Lampung 5.369 kasus.
“Secara keseluruhan kasus terbanyak ditemukan di Pulau Jawa dan Bali dengan total 61.071 kasus. Kemudian Pulau Sumatera sebanyak 21.896 kasus,” ungkapnya.
Tingginya angka DBD di Tanah Air tidak berarti semua daerah terdampak. Melainkan masih ada beberapa daerah yang berada pada zona hijau dengan angka DBD cukup rendah.
Daerah-daerah tergolong aman tersebut di antaranya Papua Barat dengan angka DBD terendah yakni 49 kasus, Papua 132 kasus, Maluku 245 kasus, Sulawesi Barat 559 kasus dan Bangka Belitung 632 kasus.
Selain itu Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo dan Sulawesi Tenggara juga berada pada zona hijau dengan angka temuan DBD di bawah 1.400 kasus.
Sementara, berdasarkan usia, ia menjelaskan temuan kasus DBD di berbagai daerah tersebut didominasi oleh usia 5-14 tahun atau 43,25 persen dari keseluruhan kasus.
Selanjutnya usia 15-44 tahun sebanyak 36,46 persen, di atas 44 tahun 9,68 persen, usia 1-4 tahun 8,54 kasus dan terendah pada usia di bawah 1 tahun dengan persentase 2,07. (azx)