PROBATAM.CO, Jakarta – Hingga akhir bulan ini, rokok dan minuman beralkohol masih diperbolehkan tidak memiliki pita cukai di Kota Batam. Penghapusan bebas cukai mulai dilakukan pemerintah awal bulan depan.
Melansir CNNIndonesia.com, penghapusan pembebasan barang kena cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan, Karimun, dan Pinang mulai berlaku pada 1 Juni 2019 mendatang.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, mengatakan, sebenarnya pencabutan fasilitas cukai tersebut mulai berlaku setelah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan nota dinas nomor ND-466/BC/2019 pada 17 Mei 2019 lalu.
Namun, pemerintah membutuhkan proses 10 hari hingga dua pekan untuk benar-benar menghentikan penerbitan dokumen cukai di kawasan perdagagan bebas Batam (CK-FTZ).
“Sehingga nanti seluruh barang kena cukai yang beredar di Batam resmi menggunakan pita cukai 1 Juni 2019 mendatang,” jelas Susiwijono, Selasa (21/5).
Ia menuturkan, pencabutan fasilitas bebas cukai di Batam bukan berarti melarang peredaran barang kena cukai di Batam. Menurutnya, ini dilakukan pemerintah setelah mendapat rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Komisi anti rasuah itu mengatakan bahwa terdapat penyalahgunaan fasilitas itu, sehingga rokok tanpa cukai malah bocor ke kawasan Sumatera timur.
Menurut data yang dimiliki Bea Cukai, kuota rokok di KBPBP Batam mencapai 2,5 miliar batang per tahun. Namun, hanya 52 persen dari kuota tersebut yang benar-benar beredar di KBPBP Batam.
Apalagi, sudah mulai banyak beredar rokok dengan pita cukai di Batam, sehingga fasilitas ini sejatinya tidak diperlukan lagi.
Rencananya, rokok maupun minuman beralkohol yang kena fasilitas pembebasan cukai dipersilakan beredar hingga habis hingga akhir tahun.
“Dan nanti peredaran (rokok dan minuman beralkohol) tetap seperti biasa. Hanya diberi cukai saja,” jelas dia.
Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengungkapkan kebijakan pembebasan barang kena cukai di Batam sudah tidak benar sejak awal. Sehingga, Ia sepakat bahwa pemerintah harus mencabut ketentuan tersebut.
Pertama, pembebasan cukai bukanlah insentif bagi investasi di Batam, namun cenderung menambah konsumsi barang kena cukai.
Kedua, kebijakan ini menyebabkan masalah karena barang yang tidak kena cukai rawan disalahgunakan. Terakhir, terdapat potensi cukai yang hilang dari pembebasan barang kena cukai selama ini, bahkan nilainya mencapai Rp1,1 triliun per tahun.
“Cukai ini seharusnya mengendalikan dampak negatif dari konsumsi barang, sehingga jangan pernah jadikan cukai sebagai sumber penerimaan,” pungkas dia.
Sumber : Cnnindonesia.com