PROBATAM.CO, Jakarta — Kasus Covid-19 bertambah sebanyak 26.121, per hari ini, Senin (7/2). Dalam sepekan terakhir, jumlah penambahan kasus terhitung tiga kali lipat lebih tinggi dibanding pekan sebelumnya.
Dokter spesialis penyakit dalam di RSCM, Eric Daniel Tenda mengingatkan, sebaiknya masyarakat tak lagi melihat Covid-19 khususnya varian Omicron sebagai flu biasa.
Melihat penambahan kasus yang pesat dalam waktu singkat, dia juga mengimbau soal kemungkinan risiko secondary infection (infeksi sekunder) di lingkungan keluarga.
“[Berangkat dari data kasus positif] kalau dimungkinkan untuk PPKM akan lebih baik, pasti kemungkinan WFH lebih tinggi, orang sementara waktu bisa di rumah, transmisi enggak lebih tinggi,” jelas Eric saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Senin (7/2).
“Namun perlu diperhatikan ada secondary infection, di mana penularan ditemukan pada orang yang tinggal satu rumah.”
Pernyataan Eric ini merujuk pada penelitian baru-baru ini terhadap rumah tangga di Denmark. Peneliti melihat sebaran kasus Omicron subvarian BA.1 dan BA.2 di rumah tangga Denmark mulai akhir Desember 2021 dan awal Januari 2022.
Dari sebanyak 8.541 kasus di rumah tangga, ada sebanyak 5.702 infeksi sekunder di antara 17.945 potensi kasus infeksi sekunder selama periode 7 hari.
Secondary attack rate (SAR) atau tingkat penularan sekunder diperkirakan 29 persen pada subvarian BA.1 dan 39 persen pada subvarian BA.2.
Meski belum ada tinjauan dari rekan sejawat, riset sebelumnya menemukan SAR varian Omicron lebih tinggi dari varian Delta terlebih pada orang yang belum divaksin. SAR varian Omicron sebesar 31 persen, sedangkan varian Delta sebesar 21 persen di rumah tangga.
“Yang kemudian dipahami, kalau [penularan dan risiko gejala berat] masih tinggi pada lansia terutama lansia, anak yang belum vaksin, kemudian orang dengan komorbid, maka di rumah harus memakai masker,” kata Eric.
Peluang secondary infection bisa sangat tinggi apalagi jika ada anggota keluarga yang masih bepergian atau keluar rumah. Penggunaan masker sangat disarankan untuk melindungi mereka yang rentan.
Di samping itu, lanjut dia, perlu diperhatikan protokol kesehatan buat anggota keluarga yang menjalani isolasi mandiri. Selama ini orang dengan gejala Covid-19 ringan dan tanpa gejala bisa isolasi mandiri di rumah.
Protokol kesehatan jelas harus ketat termasuk dengan memisahkan ruang tidur pasien, kamar mandi, peralatan makan dan sebisa mungkin mengurangi interaksi.
Interaksi antara caregiver dengan pasien pun harus dengan protokol kesehatan dan caregiver merupakan orang dewasa muda dan sehat.
Eric pun berharap masyarakat semakin tanggap dengan situasi dan mengupayakan tes Covid-19 jika diperlukan.
“Perlu digaris bawahi, kalau antigen negatif, belum tentu PCR negatif juga. Jangan mengamini hasil negatif apalagi kalau bergejala. Kalau ada gejala tapi antigen negatif, itu dilanjutkan PCR. Orang suka salah pengertian bahwa kalau hasil negatif akan selalu negatif,” katanya.
Biasanya orang keluar rumah tidak selalu karena keperluan pekerjaan tetapi untuk pertemuan atau gelaran dalam kelompok kecil.
Meski disediakan tes antigen di lokasi dan hasilnya negatif, Anda tidak boleh melonggarkan protokol kesehatan selama acara.
Eric mengingatkan pengambilan sampel dilakukan real time atau saat itu. Jika selama acara protokol kesehatan kendor, tentu ada risiko penularan dan tidak terdeteksi oleh tes sebelumnya.
“Jika setelah acara ditemukan gejala, dilakukan pemeriksaan PCR dalam jangka waktu 2-3 hari setelah kontak erat, ini juga berlaku meski tidak ada gejala. Kalau langsung besoknya, bisa saja hasilnya negatif,” imbuhnya.(*)
Sumber; cnnindonesia.com