PROBATAM.CO, Medan – Dalam upaya menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dan melindungi industri kecil dan menengah dalam negeri, Kementerian Keuangan mengubah aturan terkait impor barang kiriman lewat e-commerce.
Hal ini juga untuk menjawab permintaan dari beberapa asosiasi antara lain Asosiasi IKM, Masyarakat Industri, Asosiasi Pengusaha Indonesia.
Untuk menciptakan level playing field, Kemenkeu melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman dari sebelumnya USD 75 atau senilai Rp 1,05 juta menjadi USD 3 atau senilai Rp 42 ribu per kiriman (consignment note) untuk bea masuk (asumsi kurs Rp 14 ribu per dolar AS)
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan bahwa kebijakan ini diambil untuk menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran
“Pertimbangan ini diambil berangkat dari masukan beberapa asosiasi IKM,
Kementerian
Perindustrian, asosiasi forwarder (ALFI), dan pengusaha retail atau distributor
offline,” ungkap Heru dalam keterangan pers yang diterima Tribun Medan, Senin
(6/1/2020).
Sedangkan pungutan Pajak Dalam Rangka Impor diberlakukan normal (tidak ada batas ambang bawah/de minimis).
Namun demikian pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP atau PPh 20%, tanpa NPWP menjadi Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, dan PPh 0%.
“Selanjutnya pemerintah juga memperhatikan masukan khusus yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri yang mengakibatkan produk mereka tidak laku seperti tas, sepatu, dan garmen.
Seperti diketahui beberapa sentra-sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari China,” ujarnya.
Untuk menjawab hal tersebut, dalam aturan baru ini pemerintah secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu dan garmen.
Sehingga khusus untuk tiga komoditi tersebut, tetap diberikan de minimis untuk bea masuk sampai dengan USD 3 dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN). Bea Masuk untuk tas berkisar 15% hingga 20%, sepatu 25% hingga 30%, produk tekstil 15% hingga 25%, PPN 10%, dan PPh 7,5% sampai 10%.
Penyesuaian de minimis value sebesar USD 3 dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering di-declare dalam pemberitahuan impor barang kiriman (CN/Consigment Note) adalah USD 3,8 per CN.
Kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan bea cukai dalam rangka transparansi.
Skema ini akan memungkinkan platform marketplace mengalirkan data transaksi e-commerce ke sistem Bea Cukai secara online sehingga mampu menghilangkan praktik under invoice dan mengurangi missdeclaration dalam pemberitahuan barang kiriman.
“Perubahan aturan ini merupakan upaya nyata Kementerian Keuangan untuk mengakomodir masukan dari para pelaku industri dalam negeri khususnya IKM, untuk mengeliminasi kesenjangan antara produk dalam negeri yang membayar pajak dengan produk impor yang masih membanjiri pasaran Indonesia. Sehingga diharapkan dengan adanya aturan ini, fasilitas de minimis value benar-benar dapat dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan dapat mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri,” pungkas Heru
Berdasarkan catatan dokumen impor, sampai saat ini kegiatan e-commerce melalui barang kiriman di tanah air mencapai 49,69 juta paket pada tahun 2019 meningkat tajam dari sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada tahun 2018 dan 6,1 juta paket pada tahun 2017 atau tumbuh sebesar 254% dibanding tahun 2018 dan 814% dibandingkan tahun 2017.(*)
Sumber: tribun-medan.com