Ilustrasi. BMKG dan beberapa ahli menilai ada potensi Jakarta diterjang gelombang tsunami. (Photo: cnnindonesia.com)

Tsunami Berpotensi Capai Jakarta, Apa Saja Usaha Menangkalnya?

PROBATAM.CO, Jakarta — Gelombang tsunami berpotensi terjadi di sejumlah wilayah di pulau Jawa, termasuk Jakarta, andai ada gempa besar di Selat Sunda.

Kepala Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas mengatakan, berdasarkan permodelan yang dibuat, potensi gempa dengan Magnitudo 8,9 di Selat Sunda, akan memicu gelombang tsunami.

Gelombang tsunami tersebut pun akan sampai di pesisir Jakarta dengan ketinggian 1 meter hingga 1,5 meter dalam waktu 3 jam dari titik awal gelombang.

Namun, ia menambahkan, potensi tsunami di Jakarta paling tinggi hanya sekitar dua meter. “(Gelombang tsunami) itu sampai Pelabuhan Ratu, Ujung Kulon 20 menit. Sementara sampai pesisir Jakarta sekitar 3 jam,” katanya.

Gelombang tsunami, berdasarkan permodelan dari Heri, akibat gempa Selat Sunda bisa mencapai 20 meter. Namun itu hanya akan terjadi di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat yang merupakan pesisir selatan pulau Jawa.

Tsunami lantas masuk ke wilayah Merak, Banten dengan ketinggian 8 meter. Setelah itu, gelombang akan meluas ke wilayah Jakarta hingga ke Istana Negara.

Selain Heri, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga memprediksi hal yang sama.

Dari hasil permodelan tsunami di Jakarta, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan tinggi tsunami dapat mencapai 0,5 meter di Kapuk Muara-Kamal Muara dan 0,6 meter di Ancol-Tanjung Priok.

“Permodelan tsunami diukur dari muka air laut rata-rata (mean sea level). Dalam kasus terburuk, jika tsunami terjadi saat pasang, maka tinggi tsunami dapat bertambah,” tulis Daryono melalui akun Instagram @daryonobmkg, Jumat (20/8).

Namun menurut Daryono, permodelan tsunami bisa menghasilkan hasil yang berbeda. “Pemodelan tsunami memiliki ketidakpastian (uncertainty) yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena persamaan pemodelan sangat sensitif dengan data dan sumber pembangkit gempa yang digunakan,” tulis Daryono.

“Beda data yang digunakan maka akan beda hasilnya, bahkan jika sumber tsunaminya digeser sedikit saja, maka hasilnya juga akan berbeda. Inilah sebabnya maka selalu ada perbedaan hasil di antara pembuat model tsunami,” katanya lagi.
Strategi Hadapi Tsunami

Terlepas dari perbedaan itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengklaim telah menyiapkan strategi mitigasi. Startegi itu antara lain pembangunan greenbelt atau sabuk hijau di wilayah selatan pulau Jawa.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Abdul Muhari mengatakan itu sudah terlaksana di sejumlah daerah.

Greenbelt merupakan gugusan tanaman yang mengkombinasikan dua jenis pohon mangrove dan pohon palaka untuk mereduksi energi tsunami.

“Kita sudah menyiapkan strategi mitigasi tsunami dengan menanamkan vegetasi di sepanjang pantai selatan Jawa yang di beberapa tempat sudah berjalan,” kata Abdul kepada CNNIndonesia.com, Rabu (18/8).

Strategi lain yang dilakukan juga adalah pemasangan alat pendeteksi dini gempa bumi dan tsunami. Pemasangan itu akan terealisasi hingga 2024.

Alat yang ingin dipasang menyisir berbagai daerah pesisir wilayah Indonesia rawan Tsunami. Alat itu dinamakan Ina Tews atau Indonesia Tsunami Early Warning System.

Pada InaTews punya berbagai alat, antaranya Ina Buoy (platform surface buoy dan ocean bottom unit), Ina CBT (cable based tsunami meter), Ina CAT (Indonesia Coastel Acoustic Tomography), dan Ina TOC (Indonesia tsunami observation center).

InaTews ini telah dikembangkan sejak 2019. Alat ini akan bekerja menggunakan sensor pendeteksi tsunami yang dapat mengirimkan data secara berkesinambungan kepada BMKG dan BNPB untuk kemudian disebarkan kepada masyarakat sebagai upaya mitigasi bencana tsunami.

“Jadi sejak 2020 sampai 2024 kami akan memasang target itu,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza secara virtual, Selasa (8/6).

Hammam menjelaskan untuk proyeksi hingga 2024, akan terpasang di 13 lokasi untuk Ina Buoy, tujuh lokasi untuk Ina CBT, tiga lokasi bakal Ina CAT, dan satu sistem AI/KA tsunami.

Terkait Ina Buoy, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, alat tersebut merupakan verifikator terhadap model peringatan dini tsunami yang dimiliki BMKG. Ia mencontohkan Buoy yang telah terpasang di selatan Malang yang dinilai bekerja dengan baik.

“Saat gempabumi M6,1 di Malang tanggal 10 April yang lalu, Buoy di selatan Malang mendeteksi adanya perubahan tekanan hidrostatis bawah laut sesaat setelah BMKG mengeluarkan informasi gempa bumi. Artinya iniverified, bahwa kejadian gempabumi berdampak pada perubahan tekanan hidrostatis bawah laut,” sebut Dwikorita seperti dikutip situs BMKG.(*)

Sumber: cnnindonesia.com

BACA JUGA

Daftar 34 Daerah di Indonesia Naik Jadi Zona Oranye Covid-19

Indra Helmi

Zona Merah Erupsi Krakatau 2 km, Rawan Lontaran Material Vulkanik

Indra Helmi