PROBATAM.CO, Jakarta — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan atau UU Pemasyarakatan.
Undang-undang ini tak lagi mengatur mengenai pengetatan remisi bagi koruptor. Aturan itu pernah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang merupakan aturan turunan dari UU Pemasyarakatan versi sebelumnya.
Pasal 34A ayat (1) PP Nomor 99 Tahun 2012 diketahui mengatur dua syarat pemberian remisi bagi koruptor.
Mereka harus membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Napi koruptor juga harus bersedia menjadi justice collaborator.
Kini syarat pemberian remisi disamaratakan. Pengecualian hanya berlaku bagi narapidana dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup.
“Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. berkelakuan baik;
b. aktif mengikuti program Pembinaan; dan
c. telah menunjukkan penurunan tingkat risiko,” bunyi pasal 10 ayat (2) UU Pemasyarakatan.
UU Pemasyarakatan juga mengatur sejumlah hak baru bagi narapidana. Ada 12 hak narapidana yang dijamin undang-undang itu.
Beberapa di antaranya adalah mendapatkan pendidikan, pengajaran, dan kegiatan rekreasional, serta kesempatan mengembangkan potensi. Narapidana juga berhak mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang tidak dilarang.
Sebelumnya, UU Pemasyarakatan hampir disahkan pada akhir periode 2014-2019. Namun, pengesahan ditunda karena gelombang aksi unjuk rasa.
Salah satu kritik publik terhadap RUU Pemasyarakatan adalah tak ada aturan khusus mengenai pemberian remisi bagi koruptor.
Padahal, PP Nomor 99 Tahun 2012 mengatur remisi hanya diberikan kepada koruptor jika menjadi justice collaborator dan mengembalikan uang ke negara.
Pada 29 Oktober 2021, Mahkamah Agung (MA) membatalkan PP Nomor 99 Tahun 2021. MA beralasan aturan pengecualian remisi bagi napi koruptor tak sejalan dengan semangat keadilan restoratif.(*)
Sumber: cnnindonesia.com