PROBATAM.CO, Jakarta — Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru pemerintah terkait pelonggaran penggunaan masker oleh masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Jokowi menyatakan saat ini masyarakat boleh melepas masker saat berkegiatan di luar ruangan. Namun, warga tetap harus menggunakan masker saat berkegiatan dalam ruangan atau di dalam transportasi umum.
“Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka boleh untuk tidak menggunakan masker,” kata Jokowi dalam jumpa pers dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (17/5).
Tak hanya melonggarkan kebijakan soal masker, pemerintah juga memutuskan menghapus kebijakan pemeriksaan terkait virus corona yakni PCR dan Rapid Test Antigen yang mulai berlaku efektif per hari Rabu (18/5).
Pelonggaran kebijakan itu hanya berlaku bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) maupun Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang sudah menerima dua dosis vaksin Covid-19 maupun dosis lanjutan alias booster.
Kebijakan tersebut menuai respons beragam. Namun apakah dengan demikian Indonesia siap memasuki tahap kenormalan baru atau new normal pasca pandemi Covid-19?
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai kebijakan pelonggaran masker oleh pemerintah menjadi sinyal Indonesia siap memasuki new normal pasca pandemi Covid-19.
Menurut dia, istilah endemi tak lagi relevan untuk menggambarkan situasi penanganan Covid-19 di Indonesia saat ini. Sebab, penggunaan istilah endemi sama dengan kondisi penyakit yang menyebar pada kelompok masyarakat belum sepenuhnya hilang.
Masdalina menjelaskan endemi dapat diartikan sebagai epidemi dalam waktu yang lama. Sedangkan pandemi adalah epidemi atau penyakit menuluar yang meluas. Dengan demikian penggunaan istilah endemi saat ini tak relevan sebab Covid-19 relatif sudah mulai terkendali.
“Mestinya menuju normal ya, jangan menuju endemi. Kalau kita menuju endemi artinya penyakit tersebut belum terkendali ya. Padahal kondisi kita saat ini sudah terkendali,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (18/5).
Di samping itu, dia menjelaskan, status pandemi atau endemi merupakan status yang ditetapkan badan kesehatan dunia atau WHO. Dan hingga saat ini, WHO belum mencabut status tersebut. Artinya, menurut Masdalina, tak ada satu negara pun saat ini yang berstatus endemi.
Lagi pula, katanya, endemi juga bukan tahap untuk menjelaskan masa transisi penyebaran atau laju kasus Covid-19. Menurut dia, tahapannya saat ini adalah menuju pencabutan kondisi darurat atau Public Health Emergency for Internasional Concern (PHEIC).
“Kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi concern Internasional. Jadi transisi menuju tidak emergency/darurat lagi,” katanya.
Di sisi lain, Masdalina mafhum dengan sejumlah pelonggaran yang dilakukan pemerintah, termasuk terkait penggunaan masker. Hal itu dilakukan karena indikator utama pengendalian Covid-19 sudah terpenuhi. Dia menilai indikator-indikator pengendalian tersebut menunjukkan angka yang memuaskan.
Masdalina menyebut setidaknya ada empat indikator yang menunjukkan laju kasus Covid-19 di Indonesia saat ini sudah mulai terkendali.
Pertama, kenaikan kasus kurang dari 20 per 100 ribu penduduk dalam delapan minggu terakhir. Kedua, positivity rate kurang dari 5 persen dalam tujuh minggu terakhir.
Ketiga, kenaikan angka kematian kurang dari satu kasus per 100 ribu penduduk, lalu terakhir tingkat ketersediaan rawat inap yang rendah saat ini.
“Kematian kurang dari 1/100 ribu penduduk sudah tercapai sejak awal karena covid ini memang tidak virulen (ganas), tetapi kita pernah sangat tinggi sekali pada bulan Juli-Agustus 2021 karena delta,” katanya.
Siap New Normal Awal 2023
Di sisi lain, Masdalina meyakini laju atau penambahan kasus Covid-19 di Indonesia hingga akhir 2022 mendatang akan relatif terkendali.
Dia menjelaskan lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia sebetulnya bukan disebabkan oleh mobilitas masyarakat. Menurut Masdalina, ketimbang mobilitas, kenaikan kasus lebih banyak dipengaruhi kemunculan varian baru Covid-19.
Karena itu menurut dia, selagi tak ada kemunculan varian baru, ia meyakini Indonesia akan memulai new normal pada awal 2023 mendatang.
“Mobilisasi dapat menyebarkan penyakit tapi tidak head to head langsung meningkat/menurunkan jumlah kasus,” kata dia.
“Sepanjang tidak ada VoC baru saya optimis kita masuk kondisi normal,” tambah Masdalina.
Hal serupa juga disampaikan epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Dia memperkirakan Indonesia akan keluar dari status pandemi paling cepat akhir 2022 atau awal 2023.
Perkiraan Dicky disertai persyaratan apabila kondisi pandemi pada satu per tiga negara di dunia sudah terkendali. Syarat lain adalah cakupan vaksinasi pada 70 persen penduduk setiap negara sudah tercapai, dan tidak ada varian baru.
“Itu syarat yang harus dikejar, termasuk tidak ada varian baru yang mematikan atau bisa memperburuk efikasi,” kata dia.(*)
Sumber: cnnindonesia.com