Pelajar WNI penerima beasiswa di Turki mengaku mulai tercekik harga-harga barang yang mahal akibat inflasi yang menembus level 61 persen. (Photo: cnnindonesia.com)

Inflasi Turki ‘Cekik’ Biaya Hidup Pelajar WNI

PROBATAM.CO, Jakarta — Inflasi Turki yang menembus ke level 61 persen, tertinggi dalam 20 tahun terakhir, tidak cuma menyakiti ekonomi dan penduduk negara di kawasan Eurasia itu saja. Tetapi juga, pendatang, termasuk pelajar WNI penerima beasiswa.

Menurut mahasiswa/i yang sedang melanjutkan studi di Turki, harga-harga bahan pokok sudah melonjak naik hingga tiga kali lipat sebelum inflasi meroket gila-gilaan.

Annisa Firdaus (22), seorang mahasiswa S1 Hubungan Internasional penerima beasiswa, mengaku sangat terdampak. Uang beasiswa yang ia terima dari Pemerintahan Turki bertambah, namun dengan kenaikan harga-harga sandang dan pangan, uang itu masih belum cukup untuk memenuhi biaya hidupnya sehari-hari.

“Aku merasa uang beasiswa yang ditambah justru bukannya menambah finansialku, malah aku mesti beberapa kali meminta uang dari orangtua. Jadi, walaupun nominalnya ditambah, sebenarnya dengan kondisi yang sekarang kurang,” ungkap Annisa kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/4).

Ia terakhir kali pergi ke pusat perbelanjaan alias marketplace, ia menemukan sejumlah bahan-bahan pokok menjadi sangat mahal sejak inflasi besar-besaran. Mulai dari makanan, pakaian, hingga sabun, harganya selangit.

“Mi instan itu sebelumnya harganya hanya 3 lira, sekarang 5-6 lira. Terus, mi instan yang cups sekarang juga yang tadinya 5 lira sekarang jadi 7 atau 8 lira,” keluhnya.

Selain itu, pakaian musim dingin yang semula bisa didapat dengan harga 200 lira, kini sudah jarang tersedia yang di bawah harga 400 lira. Sabun dan syampu pun dipatok 40 lira ke atas, meskipun sebelumnya tersedia yang dijual seharga 20 lira.

Bahkan, saking parahnya kondisi ekonomi di negara itu, lanjut Anissa, teman-temannya yang warga asli Turki mulai menyarankannya untuk cepat mengubah uang yang ia miliki dari mata uang Turki lira menjadi mata uang asing, seperti euro ataupun mata uang kripto, seperti bitcoin.

“Mereka sudah mulai investasi bitcoin, terus ngomong ke aku juga ‘Anfir kamu jangan nabung pakai uang lira, langsung saja kamu ubah ke euro atau ke dolar, pokoknya jangan simpan uang lira,” kata Annisa.

Lutfi (20), seorang mahasiswa S1 DKV di Istanbul Ticaret University mengalami nasib yang sama dengan kenaikan bahan-bahan pokok. Ia pun terpaksa mengatur keuangannya dengan lebih bijak di tengah kenaikan harga yang drastis.

“Iya terasa banget, harga barang-barang hampir semua naik. Terutama buat aku pelajar harga-harga kebutuhan sehari-hari naik semua,” katanya.

Ia mengatakan harga barang yang merupakan kebutuhan sehari-harinya seperti beras, lauk dan susu melonjak kurang lebih dua hingga tiga kali lipat. Untungnya, ia sendiri masih bisa mendapatkan makanan yang tersedia di asrama, sehingga kenaikan harga masih bisa ia siasati.

“Alhamdulillah, karena dapat asrama yang menyiapkan makan malam dan sarapan, sebenarnya tidak begitu terasa, namun untuk kebutuhan lain terutama yang di luar plan (rencana) memang cukup terasa perbedaannya. Namun, untuk aku pribadi masih bisa diatur,” terang Lutfi.

Ia mengaku belum memiliki rencana untuk kembali ke Indonesia di tengah tekanan inflasi Turki, mengingat sekolahnya masih berlanjut dan kondisi keuangannya masih cukup aman.(*)

Sumber: cnnindonesia.com

BACA JUGA

Blusukan ke Pasar Cibinong, Zulhas Klaim Harga Bapok Sudah Turun

Indra Helmi

Inflasi Turki Meroket Hampir 80%, Tertinggi dalam 20 Tahun

Indra Helmi