Tenaga kesehatan menggotong peti korban Covid-19 di luar rumah sakit di Falam, Myanmar, pada Juni 20. (Photo: Merdeka.com)

Goyahnya Sistem Kesehatan Myanmar Kembali Dihantam Lonjakan Kasus Covid-19

PROBATAM.CO, Myanmar – Tiga hari sebelum ditangkap tentara, pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, menerima dosis pertama vaksin virus corona. Vaksinasi Suu Kyi menjadi bagian kampanye nasional untuk melawan virus melalui tes, pemakaian masker, lockdown, dan vaksinasi.

Tetapi seperti pemerintahan sipil yang dipimpinnya, program Suu Kyi untuk menghentikan penyebaran Covid-19 dikesampingkan militer ketika mereka menggulingkan kekuasaan dalam kudeta 1 Februari.

“Benar-benar ada dorongan tes, pemantauan, dan vaksinasi dan semua itu ambruk setelah 1 Februari,” kata Kepala Kantor UNICEF Myanmar, Alessandra Dentice, dikutip dari The New York Times, Jumat (2/7/2021).

Sekarang, negara ini, yang menghadapi kekerasan militer dan dilumpuhkan pemogokan nasional selama berbulan-bulan, membayar harga atas pengabaian junta atas pandemi.

Berdasarkan data yang dilaporkan kementerian kesehatan rezim, angka kasus Covid-19 harian yang dilaporkan meningkat tajam, dan dengan terbatasnya tes yang dilakukan, angka kasus positif naik hampir 22 persen pada Kamis. Para pakar kesehatan meyakini lebih banyak kasus yang tidak terdeteksi.

Yang paling mengkhawatirkan adalah wabah di tiga komunitas terbesar dekat perbatasan dengan India, negara di mana varian Delta yang sangat menular pertama kali ditemukan. Varian ini telah terdeteksi di antara beberapa kasus.

Sampai Kamis, 20 daerah di enam negara bagian dan wilayah telah berada dalam perintah diam di rumah yang dikeluarkan militer. Wabah juga dilaporkan di Yangon, kota terbesar di Myanmar, dan ibu kota negara, Naypyidaw.

Di Mandalay, kota terbesar kedua, tujuh daerah juga diperintahkan untuk memberlakukan perintah diam di rumah pada Kamis. Enam rumah sakit di kota ini yang menerima pasien Covid penuh sejak pekan lalu.

Rezim telah menghentikan lockdown singkat atau pembatasan perjalanan dari wilayah-wilayah di mana wabah dilaporkan.

3,5 juta vaksin dari India

Pemerintah yang digulingkan mendapatkan 3,5 juta vaksin dari India sebelum kudeta. Junta menguasai sebagian besar vaksin, tapi mengesampingkan rencana memprioritaskan vaksinasi untuk lansia.

Beberapa dosis diberikan kepada tentara, menurut dokter di rumah sakit militer Yangon. Dalam unjuk rasa, banyak dokter menolak mendapatkan dosis kedua dari rezim.

Keengganan militer untuk memberikan rincian tentang program vaksinasinya mendorong Covax, program berbagi vaksin global, untuk menunda pengiriman 5,5 juta dosis vaksin pada Maret, menurut Dr. Stephan Paul Jost, perwakilan WHO untuk Myanmar. Tidak ada pengiriman baru yang dijadwalkan.

Sistem perawatan kesehatan Myanmar mulai goyah karena wabah. Dokter dan petugas kesehatan lainnya ikut gerakan pemogokan sebagai bentuk protes terhadap kudeta dan tentara telah menduduki puluhan fasilitas medis, mendorong banyak pasien untuk menjauh karena takut ditahan atau ditembak. Beberapa dokter memperkirakan ratusan pasien meninggal setiap pekan karena mereka tidak bisa mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan.

“Otoritas de facto perlu menciptakan lingkungan di mana orang dapat bekerja tanpa rasa takut dan pasien dapat memperoleh perawatan tanpa rasa takut,” jelas Jost.

“Ini menciptakan dilema bagi petugas kesehatan, apakah akan melayani negara di masa depan atau pasien saat ini.”

Situasi memburuk

Satu komunitas yang paling terpukul oleh virus corona adalah kota Kalay, 65 mil dari perbatasan dengan India. Pada April, tentara yang menembakkan senapan mesin dan granat berpeluncur roket menyerang pengunjuk rasa anti-kudeta di wilayah ini, menewaskan sedikitnya 11 orang. Para pemimpin masyarakat mengatakan rezim hanya memberikan sedikit bantuan dalam memerangi wabah.

Rumah Sakit Umum Kalay, satu-satunya rumah sakit umum di daerah itu, kewalahan menghadapi lonjakan kasus. Semua tempat tidurnya ditempati pasien kritis, menurut Lal Puia, seorang pemimpin sukarelawan di Pusat Komunitas Ate Sut, yang telah diubah menjadi rumah sakit lapangan. Lebih dari 250 orang yang dites positif tinggal di sana dan banyak lainnya tinggal di rumah, di mana mereka berisiko menginfeksi anggota keluarganya.

Kota itu berada di bawah perintah tinggal di rumah dan jalanannya kosong kecuali orang-orang yang membeli makanan dan obat-obatan atau mencoba menyewa tangki oksigen, yang persediaannya terbatas.

Rezim melaporkan 138 orang meninggal di seluruh negeri karena Covid-19 dalam dua bulan terakhir, termasuk 13 kasus kematian pada Kamis. Lal memperkirakan hampir 400 orang meninggal dalam komunitasnya saja pada periode yang sama, walaupun angka itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.

“Pemerintah militer tidak melakukan apa-apa untuk Covid di sini jadi warga harus melindungi diri sendiri,” kata Lal.

“Sekarang, situasinya sangat buruk. Setiap rumah memiliki pasien Covid karena tidak ada tempat yang cukup untuk isolasi.”

Situasinya sangat mengerikan di Kalay, seorang perempuan hamil yang positif Covid meninggal bulan lalu karena tidak bisa mendapatkan pengobatan, menurut penuturan keluarga.

Bual Cin Par (37) mengalami sesak napas dan akan segera melahirkan ketika seorang tentara mengusirnya dari rumah sakit umum yang kekurangan staf dengan todongan senjata dan mengancam akan menembaknya jika tidak segera pergi, menurut penuturan seorang anggota keluarga yang menemaninya. Ibu empat anak itu juga ditolak dirawat di rumah sakit militer kota. Dia menyewa tangki oksigen tetapi meninggal tak lama setelah kembali ke rumah. Bayinya juga meninggal.

Kekhawatiran Suu Kyi

Myanmar telah mengalami wabah besar dari September sampai Januari, dengan lebih dari 140.000 kasus dan 3.100 kematian. Kementerian Kesehatan di bawah pemerintahan sipil Suu Kyi, yang telah mengetes lebih dari 20.000 orang per hari, hampir berhasil mengatasi wabah pada 1 Februari, menurut data pemerintah.

Beberapa pakar kesehatan khawatir unjuk rasa besar anti kudeta dapat menyebabkan peningkatan infeksi. Sebagian besar pengunjuk rasa mengenakan masker, yang mungkin membantu menjaga penularan relatif rendah, kata Dr. Jost. Jam malam yang diberlakukan militer juga membantu. Tetapi dengan rendahnya tingkat tes setelah kudeta, sulit untuk memverifikasi jumlah kasus di negara itu.

Dalam beberapa hari terakhir, tes Covid secara bertahap meningkat menjadi sebanyak 9.400 sehari, menurut kementerian kesehatan. Tetapi tingkat positif juga meningkat, lebih dari dua kali lipat selama empat minggu terakhir, menurut Jost. Pada pertengahan Juni, kementerian mengkonfirmasi keberadaan varian virus Delta, Alfa dan Kappa.

Pakar kesehatan internasional pernah memuji program vaksinasi Myanmar. Aung San Suu Kyi dengan cepat mendapatkan 3,5 juta vaksin dari India, gelombang pertama tiba pada akhir Januari. Pemerintah memvaksinasi 105.000 tenaga kesehatan – dan banyak pejabat tinggi – pada hari-hari sebelum kudeta.

Seorang juru bicara kementerian kesehatan junta, Dr Khin Khin Gyi, mengatakan 3,5 juta dosis vaksin dari India itu telah diberikan, dan banyak tersedia untuk umum di pusat-pusat vaksinasi di seluruh negeri. Khin Khin mengatakan, China telah menyumbangkan setengah juta dosis vaksin Sinopharm, dengan 200.000 dialokasikan untuk militer.

Aung San Suu Kyi, yang menghadapi enam dakwaan pidana, menerima dosis vaksin keduanya dalam tahanan. Dia mengetahui wabah virus corona baru-baru ini di Myanmar dari pengacaranya, Daw Min Min Soe.

“Dia sangat khawatir,” kata Min Soe.

“Dia ingin semua orang waspada terhadap Covid dan berhati-hati.” (*)

Sumber: Merdeka.com

BACA JUGA

Kemenkes Perkuat Pelaksanaan 3T Atasi Lonjakan Covid-19, Batam Fokus Percepat Vaksinasi

Indra Helmi

Lonjakan Kasus Covid-19 Bikin Rupiah Dekati Rp14.500

Debi Ainan