PROBATAM.CO, Jakarta – Hingga Jumat malam, 21 Februari 2020, diketahui ada enam siswa SMP 1 Turi yang tewas akibat kegiatan menyusuri Sungai Sempor, Dukuh Donokerto Turi, Sleman. Jumlah siswa yang mengikuti agenda tersebut diperkirakan 256 orang.
Kehilangan sejumlah teman satu sekolah dalam satu kegiatan berpotensi menimbulkan trauma pada siswa. Para guru dan orang tua harus bekerja sama dalam menangani peristiwa traumatik pada putra putri mereka. Mengutip laman Sehatq, trauma pada anak disebabkan kejadian buruk yang menimanya.
Anak yang mengalami trauma bisa merasa tertekan dan dihantui oleh peristiwa yang membuatnya trauma. Kondisi ini tak jarang mengganggu perkembangan mereka. Trauma pada anak bisa terus berlanjut hingga ia dewasa. Munculnya trauma tidak hanya disebabkan oleh hal yang menimpa diri anak, namun juga saat melihat orang yang disayanginya menderita atau tiada.
Sebagian besar anak akan mengalami kesulitan setelah melewati peristiwa traumatis. Berdasarkan sebuah penelitian, sekitar 3 sampai 15 persen anak perempuan dan 1 hingga 6 persen anak laki-laki mengalami gangguan stres pascatrauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD). Anak-anak dengan PTSD menunjukkan gejala-gejala, seperti takut, marah, menyakiti diri, merasa terisolasi, depresi, gelisah, sulit mempercayai orang lain, dan merasa harga diri rendah.
Anak-anak yang tidak mengalami PTSD juga dapat menunjukkan masalah emosional dan perilaku setelah terjadinya peristiwa traumatis. Beberapa hal yang harus diwaspadai setelah kejadian itu adalah pikiran tentang kematian, mengalami masalah tidur, perubahan nafsu makan, tidak mau sekolah, kehilangan minat untuk beraktivitas seperti biasa, cepat marah, sedih, dan takut.
Berapa pun usia anak, penting bagi orang tua untuk mendukungnya menghilangkan trauma. Kasih sayang dan perhatian bisa membuat trauma anak memudar secara perlahan.
Berikut tips menghilangkan trauma anak:
- Memberi perhatian lebih
Guru dan orang tua dapat berperan aktif dalam proses pemulihan trauma dengan cara menghabiskan waktu bersama dan mengobrol. Ciptakan lingkungan yang aman agar anak merasa nyaman menyampaikan apa yang dirasakannya dan mengajukan pertanyaan. Jangan paksa anak untuk berbicara karena mungkin mereka masih sulit mengungkapkannya.
- Mengajak anak melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik dipercaya bisa melepaskan endorfin yang mampu meningkatkan suasana hati dan membantu anak tidur lebih nyenyak. Bergerak aktif dapat membantu membangunkan sistem saraf anak yang terhambat karena peristiwa traumatis. Menonton film atau bertamasya bisa jadi membantunya lebih tenang.
- Memberi asupan nutrisi yang baik
Makanan yang dikonsumsi anak dapat memengaruhi suasana hati dan kemampuan mereka untuk mengatasi stres. Memberi anak asupan nutrisi yang baik, seperti buah dan sayur segar, protein tinggi, dan lemak sehat bisa memperbaiki suasana hati anak dan meringankan gejala traumanya.
- Bantu membangun kembali rasa aman dan percaya
Trauma dapat membuat anak merasa lebih sulit memercayai lingkungan sekitarnya dan membuatnya merasa tidak aman. Bantulah anak membangun kembali rasa aman dan percaya. Beri pengertian kepada anak bahwa peristiwa traumatis telah berlalu dan sudah saatnya kembali hidup seperti biasanya.
Perlu diingat pada dasarnya bukan melupakan trauma, melainkan bagaimana ketika trauma itu muncul, anak tak lagi merasa sedih, cemas, dan khawatir. Jika trauma anak tak kunjung hilang, bawalah ke psikolog atau psikiater yang dapat menangani masalahnya dengan tepat.(*)
Sumber: Cantika.com
Editor: Indra Helmi