Darah Ksatria dari Ranah Minang, Putra Jufeizal Angku Datuak Bandaharo Kayo Tembus Tahap Akhir Pendidikan Kopassus

PROBATAM.CO, Jawa Tengah — Di tengah terik matahari dan debu perjalanan sepanjang ratusan kilometer, nama Sersan Dua (Serda) Sultan Muhammad Thariqh kini menjadi sumber kebanggaan tak hanya bagi keluarganya, tetapi juga bagi kampung halamannya di Minangkabau.

Putra Jufrizal, SE., Angku Datuak Bandaharo Kayo, ini resmi mencapai tahap akhir Pendidikan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), setelah menempuh longmarch sejauh kurang lebih 500 kilometer dari Batujajar, Bandung, hingga Pantai Permisan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

“Alhamdulillah ya Allah, sehat dan selamat,” ucap Jufrizal dengan mata berkaca-kaca saat dihubungi dari Nagari Tuo Pariangan, Batusangkar, Selasa (4/11/2025).
Bagi Jufrizal, perjalanan anaknya bukan sekadar latihan militer, melainkan simbol perjuangan, keteguhan, dan bakti seorang anak bangsa.

Dalam tahap akhir pendidikan ini, Sultan akan menjalani latihan perang rawa dan laut, berenang sejauh satu kilometer ke Pulau Nusakambangan dengan persenjataan lengkap, serta operasi pembebasan tawanan di hutan tanpa bekal makanan cukup selama satu minggu.

Latihan puncak ini dikenal dengan sebutan “Hell Week” (Minggu Neraka) — masa paling berat yang menguji batas daya tahan fisik dan mental manusia.

“Para pendahulu di Kopassus menyebutnya Hell Week karena di situlah prajurit diuji bukan hanya tubuhnya, tapi juga jiwanya. Sultan sudah melewati itu dengan selamat. Kami sangat bersyukur,” ujar sang ayah, bangga sekaligus haru.

Setelah masa barak empat hari di Cilacap, Sultan akan kembali ke Batujajar, Bandung, untuk mengikuti pendidikan lanjutan “Para Komando” selama dua bulan. Namun sebelum itu, ia mendapat cuti satu minggu dan berencana pulang ke Padang untuk sekadar melepas rindu pada keluarga dan kampung halaman.

Sebagai orang tua dan tokoh adat, Jufrizal berharap pencapaian ini menjadi titik awal bagi Sultan untuk terus berbakti kepada bangsa dengan tetap berpijak pada nilai agama dan kesederhanaan.

“Semoga Sultan tetap tawadhu, tidak sombong, selalu ingat Allah, dan menjadikan semua ini sebagai amanah, bukan kebanggaan semata,” tuturnya menutup dengan lirih.

Dari tanah Minangkabau hingga ke medan latihan Nusakambangan, jejak langkah Sultan menjadi kisah tentang semangat, disiplin, dan cinta tanah air — potret nyata bagaimana seorang anak muda menempuh jalan ksatria demi merah putih. (*)

sumber : qayyumnews.id