PROBATAM.CO, Pekanbaru– Kisahanya berawal kerjasama investasi dua orang teman, RAR dan DJ berujung saling lapor ke pihak polisi. DJ melaporkan RAR dan suaminya, RF, ke Mapolda Riau, atas tuduhan dugaan pelanggaran pasal 28 ayat (1) jo, pasal 45A ayat (1) UU ITE.
Sementara, RAR dan RF melaporkan DJ ke Mapolres Pekanbaru cq unit Reskrim Mapolres Pekanbaru, nomor 039/P-Aylawyers/VI/2025, atas tuduhan dugaan tindak pidana fitnah, pencemaran nama baik dan laporan palsu. RAR ikut melaporkan seorang wanita, DPS dan Endg, kuasa hukum DJ.
Saat ini, penyidik Polda Riau telah memeriksa dan menetapkan RAR dan RN sebagai tersangka. Sementara, DJ, DPS dan Endg belum dilakukan pemanggian dan pemeriksaan oleh penyidik Polres Pekanbaru.
Kuasa Hukum RAR dan RF, Ahmad Yusuf dalam keterangan persnya, mengatakan pihaknya telah melaporkan kasus dugaan tindak pidana fitnah, pencemaran nama baik dan laporan palsu terhadap DJ, DPS dan Endg, sejak 23 Juni 2025 lalu.
Namun, hingga kini penyidik belum melakukan pemanggilan atau pemeriksaan.
”Kita minta Polres Pekanbaru segera melakukan pemeriksaan. Karena laporan polisi dan alat bukti telah diberikan ke penyidik bersamaan laporan polisi dilakukan,”ujar Ahmad Yusuf, Sabtu (28/5/2025).
Ahmad Yusuf memaparkan, kronologi kejadian bermula 24 Desember 2024, telapor DJ, mengajukan laporan pidana ke Polda Riau terhadap pelapor RAR dan RF. Laporan ini selanjutnya menjadi dasar penetapan status tersangka dan penahanan terhadap keduanya.
”Laporan tersebut berisi dugaan pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik yang tidak disertai bukti kuat, tidak sah secara hukum, dan cenderung hanya berdasar pada surat pengakuan hutang yang dibuat dibawah tekanan dan rekayasa sepihak, yang kini sedang diuji dalam perkara perdata nomor 47/Pdt.G/2025/PN.Pbr di pengadilan Negeri Pekanbaru,”bebernya.
Akibat laporan tersebut RAR dan RF dikenakan status tersangka secara tidak adil. Dipasung hak kebebasannya secara bersamaan sebagai orang tua terhadap anak yang saat ini masih berusia sekitar 2 tahun,
“Mereka mengalami tekanan socsal, psikologis dan reputasi public yang rusak secara luas,” ujarnya.
Di lain pihak, terlapor DPS dan Endg, tegasnya secara aktif menyebarkan narasi tuduhan melalui media social dan komunikasi publik, tanpa dasar hukum dan fakta yang valid. Bahkan sebelum ada proses peradilan yang berjalan, sehingga menciptakan kerugian nama baik dan penghakiman social terhadap pelapor.
”Seluruh tindakan tersebut patut diduga sebagai tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik (KUHP dan UU ITE), tindak pidana laporan palsu (pasal 220 KUHP). Kita juga melihat dari sisi hukum, hal ini bentuk nyata kriminalisasi dan penyalahgunaan hukum, untuk membungkam upaya perlawanan hukum pelapor dalam gugatan perdata yang sedang berjalan,”katanya.
Pengacara akrab disapa AY ini meminta Kapolresta Pekanbaru melalui Kasat Reskrim menindaklanjuti pengaduan ini sebagai Laporan polisi dan mencatatnya secara resmi.
“Selain itu, melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh para terlapor. Memanggil dan memeriksa para terlapor berdasarkan bukti awal yang disampaikan,” tegasnya.
Selain itu juga diminta untuk melindungi kepentingan hukum para pelapor dan anaknya yang masih balita yang saat ini terabaikan karena kedua orang tuanya ditahan bersamaan. Menerbitkan tanda bukti laporan (TBL) dan nomor LP resmi sebagai dasar tindak lanjut dan koordinasi hukum berikutnya.
Pengaduan kasus ini, tambahnya juga telah ditembuskan kepada Kapolri di Jakarta, Kepala Divisi Propam Mabes Polri, Kapolda Riau, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Komnas HAM, Ombudsman RI perwakilan Riau, dan Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam perjalanan kasusnya, Ahmad Yusuf menambahan Majelis Hakim pada putusan selanya menyatakan kasus RAR dan RF dalam Perkara No.47/Pdt G/2025/PN Pbr menyatakan telah menolak eksepsi tergugat dan menyatakan gugatan perdata RAR dapat diteruskan ke pokok perkara.
Untuk itu Ahmad Yusuf mengatakan, status tersangka pada kliennya sama sekali tidak berdasar. “Klien saya dijadikan tersangka dengan dugaan pelanggaran pasal 28 ayat (1) jo, pasal 45A ayat (1) UU ITE. Yang buat heran itu, kasus klien kami dari PN Pekanbaru murni perdata, nah tiba-tiba klien kami jadi tahanan Polda Riau,” terangnya.
Ahmad Yusuf juga menegaskan langkah-langkah hukum yang sedang ditempuh, yakni praperadilan terhadap penetapan tersangka yang tidak sah, dengan surat Perkara No.7/Pid.Pra/2025/PN Pbr.
” Kami meminta aparat penegak hukum dalam hal ini Polda Riau dan masyarakat untuk menghormati putusan PN Pekanbaru. Saya berharap aparat penegak hukum tidak menggunakan hukum pidana dalam menyelesaikan konflik investasi yang telah disepakati bersama,” tegasnya mengakhiri penjelasan kepada awak media di Pekanbaru.
Sementara itu, Polresta Pekanbaru hingga berita ini diunggah belum berhasil dikonfirmasi tentang hal tersebut. (*)