PROBATAM.CO, Batam – Smartphone telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern.
Namun, di balik segala kemudahan dan kecanggihan yang ditawarkannya, terdapat ancaman nyata berupa konten negatif yang dapat merusak masa depan anak-anak.
Mulai dari kekerasan, pornografi, perjudian, hingga bullying dan penipuan online, semua itu berpotensi mengganggu kesehatan mental, emosional, serta menjauhkan anak-anak dari interaksi di dunia nyata.
Karena itu, peran orang tua menjadi sangat penting dalam melindungi anak-anak dari dampak buruk teknologi.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kasi Intel Kejari) Batam, Tiyan Andesta, dalam kunjungan pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Kepulauan Riau ke kantornya.
Dalam kesempatan itu, Tiyan mengusulkan agar pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah (Perda) yang membatasi penggunaan smartphone dan media sosial oleh anak-anak.
Menurut Tiyan, aturan ini bertujuan melindungi generasi muda dari ancaman seperti kekerasan online, judi, dan pornografi, yang kini semakin mudah diakses melalui perangkat digital.
“Kita perlu mendorong pemerintah untuk menerbitkan perda pembatasan penggunaan smartphone oleh anak-anak. Langkah ini penting demi melindungi mereka dari dampak buruk teknologi yang semakin mengkhawatirkan,” ujarnya.
Tiyan juga menyoroti bahwa fungsi utama gawai yang awalnya hanya sebagai alat komunikasi kini telah berkembang menjadi perangkat multifungsi yang sering kali disalahgunakan.
Dari game hingga tayangan video pendek, bahkan hingga aplikasi perjudian online, semua ini membuka peluang terjadinya kejahatan siber dan adiksi digital.
Ia menambahkan bahwa penggunaan smartphone oleh anak-anak yang belum cukup umur sebaiknya dibatasi dan diawasi secara ketat.
“Untuk anak-anak, lebih baik penggunaannya hanya sebatas pinjaman di bawah pengawasan orang tua,” tambahnya.
Gagasan ini mendapat dukungan penuh dari Wakil Ketua SMSI Kepulauan Riau, Anwar Saleh.
Ia menyoroti keresahan masyarakat terhadap pengaruh buruk aplikasi tertentu yang mempromosikan gaya hidup konsumtif, kekerasan, dan perundungan.
Menurutnya, dampak negatif ini tidak langsung terlihat, namun perlahan dapat memengaruhi perkembangan mental serta perilaku sosial generasi muda.
“Banyak aplikasi yang sebenarnya bertujuan positif, tetapi malah disalahgunakan sehingga merusak nilai-nilai moral yang ditanamkan di rumah maupun di sekolah. Oleh karena itu, kami menyambut baik usulan penerbitan perda pembatasan penggunaan gawai ini,” tegas Anwar.
Dengan semakin kompleksnya tantangan yang dihadapi generasi muda di era digital, langkah tegas berupa regulasi dan pengawasan dari berbagai pihak menjadi kebutuhan mendesak.
Demi masa depan yang lebih baik, sudah saatnya semua pihak bersinergi untuk menciptakan lingkungan digital yang sehat bagi anak-anak Indonesia. (*)