Buruh akan turun ke jalan tolak Tapera yang dikeluarkan lewat PP pemerintah Jokowi. (Foto: cnnindonesia)

Buruh Siapkan Aksi Besar-besaran Tolak Tapera yang Bebani Rakyat

PROBATAM.CO, JAKARTA – Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan tengah menyiapkan aksi massa besar-besaran menolak program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Presiden KSPI, Said Iqbal menilai pemberlakuan Tapera oleh pemerintahan Joko Widodo saat ini tidak tepat karena hanya akan membebani buruh dan rakyat.

“Partai Buruh dan KSPI sedang mempersiapkan aksi besar-besaran untuk menolak Tapera, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam Jaminan Kesehatan yang kesemuanya membebani rakyat,” kata Iqbal dalam keterangannya, Selasa (29/5/24).

KSPI mengungkap sejumlah alasan Tapera saat ini belum tepat untuk diberlakukan. Pertama, Tapera belum dapat memastikan setiap pesertanya akan mendapat rumah layak. Terutama dengan melakukan hitung-hitungan iuran yang dibayarkan setiap bulannya.

Secara matematis, kata Iqbal, iuran Tapera sebesar 3 persen yang dibebankan kepada pengusaha 0,5 persen dan dibayar buruh 2,5 persen, tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah di usia pensiun atau saat dia kena PHK.

Saat ini, lanjutnya, upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3 persen, per bulan, iurannya hanya sekitar Rp105 ribu per bulan atau Rp1.260.000 per tahun.

“Karena Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp12.600.000 hingga Rp25.200.000,” katanya.

“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp12,6 juta atau Rp25,2 juta dalam 20 tahun ke depan?” Imbuh Iqbal.

Dia karena itu menganggap iming-iming rumah dengan iuran 3 persen setiap bulan dari gaji buruh merupakan suatu hal yang mustahil. Dia menilai iuran tersebut hanya akan membebani buruh.

Alasan kedua, iming-iming kepemilikan rumah lewat program Tapera saat ini hanya dibebankan kepada buruh. Sedangkan, pemerintah terlihat lepas tangan. Padahal, beban itu mestinya juga menjadi tanggung jawab pemerintah seperti tertuang dalam UUD 1945.

“Dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat,” katanya.

Alasan ketiga, Iqbal menilai program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Dia khawatir iuran itu justru menjadi ladang basah prilaku korup oknum tertentu seperti ASABRI dan Taspen.

“Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN. Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebalum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera,” kata Iqbal.(*/Del)



















sumber: cnnindonesia