Hj Fatimah Hadi Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Lahir di Saudi Arabia Dikebumikan di Kuansing Ini Kiprahnya?

In Memoriam Dra. Hj. Fatimah Hadi*

Pejuang dan Pendidik asal Kuantan Singingi Kelahiran Saudi Arabia
—————–

KITA mengenal pahlawan perempuan. Sebut saja dari Aceh Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia dan Laksamana Malahayati.

Ada juga Martha Christina Tiahahu dari Maluku, RA Kartini (Jawa Tengah), Dewi Sartika (Jawa Barat), Andi Depu Maraddia Balanipa (Sulawesi Barat), Maria Walanda Maramis (Sulawesi Utara), Siti Manggopoh (Sumatera Barat), HR. Rasuna Said (Sumatera Barat), Fatmawati Soekarno (Bengkulu), dan Nyi Ageng Serang (Jawa Tengah).

Tanpa bermaksud membandingkan dengan pejuang nasional tersebut, Kuantan Singingi sebenarnya punya pejuang perempuan yang layak diperjuangkan sebagai *PAHLAWAN NASIONAL*.

Kiprah dan eksistensinya dalam perjalanan bangsa ini juga bukan “kaleng-kaleng.” Di awal kemerdekaan, ia ikut berjuang mengusir penjajahan Belanda dari bumi pertiwi ini.

Di era Pemerintah Orde Baru, ia menjadi akademisi/dosen di Universitas Lancang Kuning (UNILAK) dan Akademi Koperasi (AKOP) Riau.

Ia juga mendirikan lembaga pendidikan berupa pondok pesantren di kampung halamannya.
—————–

Tokoh yang dimaksud adalah *Dra. Hj. FATIMAH HADI.* Ia adalah anak tunggal dari pasangan *SYECH MUHAMMAD HADI dan Hj. MARYAM* yang lahir di *Makkatul Mukaramah* (Saudi Arabia) pada 15 Agustus 1927. Ia adalah istri dari *BUYA MA’RIFAT MARDJANI.*

Syech Muhammad Hadi adalah tokoh dan ulama besar di Sumatera. Ia ikut andil mengembangkan agama Islam di daerah ini. Keilmuannya diperoleh bukan saja dari pondok pondok pesantren di Sumatra dan Jawa.

Ia bahkan lama bermukim di Makkah dan Madinah. Setelah itu ia menjadi *MUKTI* Kerajaan Indragiri sebelum pemekaran Kabupaten Indargiri: Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir.

Sementara Buya Ma’rifat Mardjani adalah tokoh pertama pencetus dan pendiri *PROVINSI RIAU*. Pada saat menjadi anggota parleman RI di Jakarta, ia meminta agar Provinsi Riau berdiri sendiri terpisah dari Sumatra bagian Tengah yang berpusat di Bukittinggi.

Fatimah Hadi adalah satu-satunya putri Kuantan Singingi dan Putri Riau selain ikut berjuang sebagai veteran RI untuk kemerdekaan Indonesia.

Di masa pejuangan, Fatimah Hadi menjadi anggota dapur umum dan anggota PMI Pemerintahan Darurat Riau Selatan di basis terakhir Desa *Lubuk Ambacang,* Kecamatan Hulu Kuantan.

Fatima Hadi berjuang dalam masa pemulihan keamanan setelah Indonesia merdeka yaitu sekitar tahun 1946-1949 pada masa Agresi Militer Belanda II.

Keterlibatan Fatimah Hadi dalam perjuangan inilah yang menempatkannya menjadi Anggota Veteran RI untuk Wilayah Riau. Ia pernah menjadi Wakil Ketua Korps Wanita Veteran RI Wilayah Riau.

Dari pernikahan dengan Buya Ma’rifat Mardjani, mereka *dikurnia 11 orang anak, 17 cucu, dan 11 cicit.*

Ke-11 anaknya itu adalah: DR. Dra. Hj. Nelly Nailatie Ma’arif, MBA (Jakarta), Hasby Ma,arif, Bc.Hk (Jakarta), Hj. Nirwana Ma’rifat (Jakarta), Ahmad Zahedi B.Sc (Pekanbaru), Dra. Hafny Ma’rifat M.Pd (Pekanbaru), Zahratil Hilal (Jakarta), Dra. Nizma Hanum (Pekanbaru), Dra. Hj. Suzanna Hadi, M. Si (Osaka, Japan), Ir. Nariman Hadi, M.M (Taluk Kuantan), Nurul Uyuni (Pekanbaru), dan Dra. Devi Fauziah, M.Si (Pekanbaru).

Dua anaknya yakni DR. Dra. Hj. Nelly Nailatie Ma’arif, MBA (Jakarta) dan Zahratil Hilal (Jakarta) sudah meninggal dunia.

Kini keluarga besarnya tersebar mulai dari Kuantan Singingi hingga Perawang, Belitung, Pekanbaru, Jakarta, Kalimantan, dan di luar negeri seperti: Osaka (Japan), West Yorkshire (England).
—————–

BHAKTI Fatima Hadi semasa hidup di dunia pendidikan ibarat air mengalir tiada henti. Ia mengembangkan pendidikan dan memberi pendidikan gratis kepada anak-anak yang tidak mampu.

Bermodalkan tanah warisan dari orang tuanya Syech Hj. Muhammad Hadi, Fatima Hadi mendirikan pondok pesantren *DARUNNAJAH* di kampung halamannya di Desa Sungai Alah, Kecamatan Hulu Kuantan tahun 2000.

Pondok ini berdiri dibawah naungan yayasan yang didirikan suaminya Buya Ma’ rifat Mardjani yaitu *YAYASAN RIAU BULLETIN* melalui kerjasama dengan Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta.

Namun di sisi management dan administrasi Pondok ini berdiri sendiri dibawah management Yayasan Riau Bulletin.

Sampai saat ini Pondok ini masih berjalan dengan baik dengan fasilitas pendidikan mulai tingkat TK, MDA, dan MTs. Secara operasional kepala sekolah/kepala madrasah ditunjuk oleh yayasan.

Sedangkan pengawasan dilakukan oleh anak-anaknya yang berada dalam kepengurusan yayasan.

Kini alumninya tersebar di berbagai daerah dengan jenis pekerjaan yang beragam.
—————

REUNI akbar dan Musyawarah Wilayah pengurus Ikatan Keluarga Diniyah (IKD) Putri Padang Panjang–Riau memberikan penghargaan kepada enam Tokoh Perempuan dan Penggerak Pendidikan di Riau.

Masing-masing Dra. Hj. Fatimah Hadi (Kuantan Singingi), Hj. Roslaini (Rokan Hulu), Dr. Hj. Maimanah Umar, M.A (Kampar), Chadijah Ali, Syamsidar Yahya (Pekanbaru), dan Tengku Agong Syarifah Latifah (Siak).

Penghargaan diberikan langsung kepada ahli waris oleh Gubernur Riau melalui Kepala Biro Kesra Provinsi Riau, H. Zulkifli Syukur, S.Ag., M.Ag., M.Si, di Menara Dang Merdu Pekanbaru, 23 Oktober 2022.

Penghargaan ini diberikan berdasarkan pengamatan dan penilaian pengurus terhadap dedikasi dan kepedulian para tokoh perempuan dalam meningkatkan harkat perempuan Riau dan pendidikan di Riau.

Dra. Hafny Ma’rifat, M.Pd mewakili keluaga besar Fatimah Hadi mengucapkan terima kasih atas penghargaan kepada sang ibunda dan berharap bahwa apa yang telah dicontohkah oleh para generasi sebelumnya dapat menjadi motivasi bagi generasi muda saat ini.
—————–

Dimata keluarga sosok Fatimah Hadi yang dipanggil Ummi dalam keluarganya adalah panutan dalam hidup, tempat belajar, pejuang dan pendidik yang tidak mengenal lelah, dan mencintai keluarga.

“Bagi kami anak- anaknya, Ummi adalah panutan dalam hidup. Kami belajar memaknai hidup dari Ummi. Bagaimana seorang ibu berjuang keras mendidik anak-anaknya hingga mampu mengantarkan kami 10 orang anaknya ke jenjang pendidikan perguruan tinggi,” ujar Nariman Hadi, salah seorang anaknya.

Menurut Nariman, pada masa itu tidak semua orang tua berpikir ke depan dalam pendidikan anak-anaknya. Dan Ummi mencontohkannya. Ummi memperoleh gelar sarjananya dari UIN Susqa Pekanbaru di kala usianya telah melebihi 50 tahun.

Setelah suaminya Buya Ma’rifat Mardjani menyelesaikan tugasnya sebagai Anggota Parlemen RI hasil Pemilihan Umum I di Indonesia di Jakarta, Fatimah Hadi dan Buya kembali ke Riau, tepatnya di Kota Pekanbaru.

Di Pekanbaru, Fatimah Hadi mengembangkan minat dan bakatnya di dunia pendidikan dengan mengajar di berbagai tempat: *AKOP* dan *UNILAK* dan juga menjadi guru Pegawai Negeri di Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
—————–

*PENDIDIKAN* dasar dilaluinya di _Madrasah Ibtidaiyah Bustanus Banat di Makatul Mukaramah (Saudi Arabia)._ Pendidikan jenjang menengah di Madrasah Tarbiyah Islamiyah, Bengkawas, Bukittinggi, Sumatera Barat. Sedangkan jenjang sarjana di *IAIN* – Kini UIN Susqa, Pekanbaru.

Dunia pendidikan yang dulu digeluti Fatimah Hadi sekarang dilanjutkan anak-anaknya: Dr. Dra. Nelly Nailatie, M.B.A. Sebelum ajal menjemput, ia menjadi dosen Marketing pada Universitas Bina Nusantara dan London School Jakarta).

Selanjutnya Dra. Hafny Ma’rifat, M.Pd (Dosen Bahasa Inggeris pada UIN Susqa, Pekanbaru), Ir. Nariman Hadi, M.M (Dosen Pertanian pada Universitas Islam Kuantan Singingi (UNIKS), Kuantan Singingi, dan Dra. Devi Fauziah Ma’rifat, M.Si (Dosen Luar Biasa, Bahasa Indonesia, pada Universitas Islam Riau (UIR), Pekanbaru.

Fatimah Hadi dimakamkan di kampung halamannya di pemakaman keluarga di Desa Sei Alah, Kecamatan Hulu Kuantan. Terletak berkisar 35 km dari pusat kota Taluk Kuantan atau 200 Km dari Provinsi Riau menuju perbatasan Sumbar- Riau.

UMMI, kendati dirimu telah mendahului kami. Namun jasa dan perjuangannmu tak akan pernah kami lupakan. (*)

Sumber : forum IKKS/IWAKUSI Indonesia

featured