PROBATAM.CO, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan angka inflasi September 2022 sebesar 5,95%. Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan KebijakN fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan jika angka ini lebih rendah dibandingkan perkiraan pemerintah paska penyesuaian harga BBM domestik.
Febrio menyebutkan, pemerintaha kan terus memonitor pergerakan inflasi paska penyesuaian harga BBM domestik. “Sehingga terus dapat terkendali pada level rendah,” kata dia dalam siaran pers, Rabu (5/10/2022).
Dia mengungkapkan secara bulanan (mtm), bulan September mencatatkan inflasi sebesar 1,17% yang didorong terutama oleh kenaikan harga BBM. Kemudian untuk inflasi pangan bergejolak (volatile food) sedikit meningkat ke angka 9,02% (yoy) (Agustus: 8,93%). Hal ini didorong oleh masih melimpahnya stok pangan hortikultura, minyak goreng, dan ikan sehingga mampu menahan inflasi naik lebih tinggi.
Akan tetapi, harga beras sedikit mengalami peningkatan seiring berlangsungnya musim tanam. Pada sisi lain, deflasi pada bawang merah dan cabai merah berkontribusi pada terjaganya inflasi volatile food.
Dia menyebutkan pemerintah melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas pangan agar inflasi pangan tetap terkendali.
“Hal ini terbukti memberikan hasil yang baik sehingga penggunaan berbagai anggaran seperti anggaran ketahanan pangan dan anggaran infrastruktur untuk memperlancar penyediaan pangan yang mudah dan terjangkau akan terus diperkuat. Dana Isentif Daerah (DID) yang diberikan kepada pemerintah daerah juga terbukti efektif mendorong daerah untuk lebih bekerja keras lagi dalam pengendalian inflasi di wilayahnya,” ujar Febrio.
Inflasi inti (core inflation) pada September 2022 meningkat pada level yang moderat sebesar 3,21% (Agustus: 3,04%, yoy). Kenaikan inflasi inti terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, seperti sandang, layanan perumahan, pendidikan, rekreasi, dan penyediaan makanan dan minuman/restoran. “Kenaikan inflasi inti mencerminkan peningkatan permintaan domestik secara keseluruhan sejalan dengan membaiknya kondisi pandemi,” lanjut Febrio.
Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) pada September 2022 meningkat menjadi 13,28% (Agustus: 6,84%) didorong oleh penyesuaian harga BBM (bensin dan solar). Sebagai rambatannya, terjadi kenaikan pada tarif angkutan umum, baik transportasi daring, bus Antar Kota Antar Provinsi/AKAP, maupun Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP).
“Sumbangan inflasi dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) lebih kecil dari perkiraan Pemerintah. Potensi rambatan kenaikan harga juga sudah diantisipasi dengan penyaluran bantuan sosial tambahan, baik berupa bantuan langsung tunai maupun bantuan subsidi upah,” tambah dia.
Saat ini pemerintah telah menempuh berbagai upaya untuk meredam dampak rambatan inflasi, di antaranya dengan mengalokasikan bantuan subsidi transportasi umum, ongkos angkut, subsidi upah, dan BLT BBM untuk menjaga daya beli masyarakat. Selain itu, inflasi pangan terus dikendalikan untuk menjaga akses kebutuhan pangan.
“Peran Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) telah berhasil menjaga inflasi volatile food. Kinerja baik ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Terbukti, sekitar hampir 40 daerah telah mampu menjaga tingkat inflasinya lebih rendah dari tingkat inflasi nasional. Ke depan, tekanan inflasi terkait efek musiman khususnya musim penghujan masih harus diwaspadai bersama,” tutup Febrio.
PMI Indonesia Naik
Febrio menambahkan saat ini manufaktur Indonesia konsisten berada pada zona ekspansi selama tiga belas bulan berturut-turut dan terus menguat dalam dua bulan terakhir. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia kembali meningkat signifikan di bulan September ke level 53,7 dibanding bulan Agustus (51,7).
Dia menyebutkan ekspansi manufaktur yang meningkat menunjukkan terus menguatnya permintaan dalam negeri dan ekspor. Hal ini tentunya layak diapresiasi karena terjadi di tengah risiko global yang masih eskalatif. Kebijakan Pemerintah untuk yang menyerap risiko global (shock absorber) terbukti efektif untuk menjaga momentum penguatan pemulihan ekonomi nasional. Tren penguatan PMI juga dialami beberapa negara ASEAN, seperti Thailand 55,7 (Agustus: 53,7) dan Filipina 52,9 (Agustus: 51,2). Sementara itu, PMI manufaktur China kembali mengalami kontraksi ke 48,1 (Agustus: 49,5).
Terus menguatnya aktivitas sektor manufaktur sejalan dengan menurunnya tekanan harga input dalam dua tahun terakhir. Secara keseluruhan, sentimen bisnis di sektor manufaktur Indonesia bertahan positif didukung oleh ekspektasi pemulihan yang semakin kuat dan berkelanjutan pada sisi permintaan.
“Optimalisasi APBN sebagai shock absorber di tahun ini dan tahun depan diharapkan akan terus dapat menjaga tren positif permintaan masyarakat untuk mendukung optimisme di sektor usaha,” jelasnya.(*)
Sumber: detik.com