PROBATAM.CO, Jakarta – Uni Eropa (UE) dan Thailand akhirnya menyepakati Perjanjian Kemitraan dan Kerjasama (PCA), yang merupakan perjanjian keenam UE di Asia Tenggara. Perundingan kedua belah pihak telah berlangsung lama dan sempat tertunda setelah terjadinya kudeta militer di Bangkok delapan tahun lalu.
PCA yang masih menunggu penandatanganan resmi, akan meningkatkan hubungan bilateral dalam berbagai masalah, mulai dari hak asasi manusia hingga kontraterorisme. UE melihatnya terutama sebagai langkah untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kawasan yang semakin penting secara ekonomi dan geopolitik bagi blok barat tersebut.
Negosiasi untuk Perjanjian Perdagangan Bebas UE-Thailand (ETFTA) sudah diluncurkan pada Maret 2013 tetapi ditunda setelah kudeta militer di Bangkok pada Mei 2014. Kudeta itu juga meredam kesepakatan awal PCA – penjanjian yang lebih terbatas daripada kesepakatan perdagangan bebas – yang sebenarnya telah disepakati pada 2013.
Akhir 2019, Dewan Eropa, badan pembuat keputusan utama UE, memberikan lampu hijau untuk memulai kembali pembicaraan formal setelah pemilihan umum yang lama tertunda di Thailand. Pemilu ini dimenangkan oleh para pemimpin militer yang mengambil alih kekuasaan selama kudeta. Putaran pertama pembicaraan persiapan dimulai pada Juli tahun lalu.
Bulan Juni 2022 lalu, negosiasi memasuki tahap akhir. “PCA akan meningkatkan dialog politik tentang isu-isu yang menjadi perhatian global dan akan memberikan lebih banyak ruang untuk kerjasama yang saling menguntungkan di sejumlah besar bidang kebijakan,” ungkap European External Action Service (EEAS), yang bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri dan pertahanan Uni Eropa, dalam sebuah pernyataan. “Ini akan menjadi peta jalan, yang secara positif akan membingkai hubungan UE-Thailand di tahun-tahun mendatang.”
Hari Jumat lalu (2/9), Paola Pampaloni, wakil direktur pelaksana EEAS, dan Chulamanee Chartsuwan, wakil sekretaris tetap Kementerian Luar Negeri Thailand, menyatakan proses negosiasi untuk kesepakatan PCA sudah rampung. Karena masih menunggu prosedur kelembagaan dari UE dan Thailand, perjanjian itu akan secara resmi ditandatangani belakangan, kata David Daly, duta besar UE untuk Thailand kepada DW.
Kesepakatan yang saling menguntungkan
“PCA adalah kendaraan penting untuk memperkuat dialog di bidang ekonomi dan perdagangan,” kata Guillaume Rebiere, direktur eksekutif Asosiasi Eropa untuk Bisnis dan Perdagangan di Thailand.
Perdagangan barang bilateral antara UE dan Thailand naik menjadi 35,4 miliar euro pada tahun 2021, meningkat dari 29,3 miliar euro pada tahun sebelumnya, menurut data UE. Bagi Thailand, UE adalah investor terbesar kedua setelah Jepang.
“Thailand adalah mitra perdagangan dan politik yang penting, dan oleh karena itu, perjanjian ini juga penting dalam memperkuat peran UE di Asia Tenggara,” tambah Guillaume Rebiere. “Baik bisnis dan investor akan didorong oleh penandatanganan perjanjian ini.”
“Kesepakatan itu masuk akal bagi kedua belah pihak”, kata Trinh Nguyen, ekonom senior Emerging Asia di Natixis, sebuah perusahaan manajemen investasi. “Ini akan menandai dorongan untuk hubungan kedua belah pihak karena mereka berdua akan lebih bersedia dan bersemangat untuk bekerja satu sama lain mendiversifikasi sumber pertumbuhan dan investasi,” tambahnya.
Bagi Thailand, yang telah lama sangat bergantung pada industri pariwisatanya yang jadi penyumbang terbesar pemasukan, penurunan pengunjung dari Cina sejak pandemi telah memaksanya memikirkan kembali ketergantungannya pada Beijing dan menemukan sumber pertumbuhan lain.
Memperluas akses perdagangan dan investasi dengan UE, blok ekonomi terbesar di dunia, adalah bagian dari strategi itu,” kata Trinh Nguyen. “Kesediaan untuk bernegosiasi dengan Thailand melalui penandatanganan Perjanjian Kerangka Kerja adalah bagian dari hubungan yang semakin dekat, tidak hanya dengan Thailand tetapi juga dengan seluruh Asia Tenggara dan India.”
Pada bulan Desember mendatang, Uni Eropa dan ASEAN akan mengadakan pertemuan puncak para pemimpin nasional untuk pertama kalinya di Brussel, sebuah tonggak sejarah memperingati 45 tahun hubungan EU-ASEAN.
Perjanjian perdagangan bebas menyusul?
PCA juga bisa menjadi awal baru menuju perjanjian perdagangan bebas (FTA), yang akan menjadi yang ketiga yang dicapai Uni Eropa dengan negara Asia Tenggara setelah kesepakatan penting dengan Singapura dan Vietnam. Sekalipun duta besar Uni Eropa untuk Thailand David Daly menegaskan: “Tidak ada hubungan langsung antara PCA dan proses FTA,”.
“Tetapi dilihat dari bagaimana UE menegosiasikan FTA dengan negara-negara Asia lainnya, kesepakatan perdagangan bebas dengan Thailand akan mengikuti PCA”, kata Trinh Nguyen menambahkan. Vietnam, misalnya, menandatangani PCA dengan UE pada 2015, empat tahun sebelum FTA bersejarah mereka disetujui.
Bryan Tse, analis utama untuk Thailand di Economist Intelligence, memperkirakan FTA akan ditandatangani antara 2024 dan 2026 kecuali ada situasi politik yang “menghalangi.”
“Uni Eropa dan Thailand tidak terlalu dekat secara ekonomi, dibandingkan dengan Cina, AS atau anggota ASEAN lainnya, jadi ini lebih merupakan taktik diversifikasi bagi kedua belah pihak dan cerminan dari semakin pentingnya Asia Tenggara dalam hal perdagangan global,” katanya.(*)
Sumber: detik.com