PROBATAM.CO, Surabaya — Seorang santri di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, AM (17), asal Palembang, Sumatera Selatan, meninggal dunia setelah mengalami penganiayaan.
Namun, semula pihak keluarga dikabarkan pihak pesantren–termasuk lewat surat keterangan kematian–bahwa almarhum meninggal karena sakit. Mencium kejanggalan, pihak keluarga AM pun mendesak utusan Gontor untuk memberitahu kondisi sebenarnya hingga didapatlah pengakuan bahwa anaknya tewas karena dianiaya.
Kesaksian dari Ibunda Almarhum Santri Gontor
Ibunda almarhum AM, Siti Soimah, di Palembang mengatakan mereka mendapatkan kabar kematian AM pada Senin (22/8) pukul 10.20 WIB. Pondok pesantren lalu mengantarkan jenazah AM ke kediaman keluarganya di Palembang pada keesokan harinya, Selasa (23/8) siang,
“Dalam surat keterangan kematian, ananda kami meninggal pada pukul 06.45 WIB. Tapi kami baru dapat kabar pukul 10.20 WIB. Ada apa? rentang waktu itu menjadi pertanyaan keluarga kami,” kata Soimah dalam surat terbukanyayang dilihat CNNIndonesia.com, Senin (5/9).
Saat itu, kata dia, keluarga belum mendapatkan penyebab kematian AM secara jelas. Utusan Gontor yang mengantarkan jenazah anaknya hanya mengatakan almarhum meninggal akibat terjatuh kelelahan saat mengikuti Perkemahan Kamis-Jumat.
Pada surat keterangan kematian pun tertulis almarhum wafat karena sakit tanpa penjelasan rinci lebih lanjut tentang penyakitnya.
Tapi, seorang wali santri lainnya kemudian memberi kabar kepada Soimah bahwa AM meninggal dunia bukan karena jatuh kelelahan. Keluarga lantas meminta kain kafan yang menutup jenazah almarhum dibuka. Kemudian tampaklah luka lebam akibat kekerasan di sekujur tubuh korban.
“Amarah tak terbendung, kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima,” ujar Soimah dalam surat terbukanya.
Setelah didesak, perwakilan Ponpes Gontor yang mengantar jenazah almarhum akhirnya mengakui bahwa AM meninggal akibat penganiayaan.
“Saya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan saya telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang notabene nomor satu di Indonesia,” ungkap Soimah.
Setelah mendapatkan pengakuan itu, mulanya keluarga memutuskan tidak melanjutkan proses hukum karena didasari beberapa pertimbangan, salah satunya penyelesaian yang akan difasilitasi Ponpes Gontor.
“Intinya kami ingin pelaku dan keluarganya untuk duduk satu meja, ingin tahu kronologi hingga meninggalnya anak kami,” kata Soimah.
Namun, hingga dua pekan lebih berjalan, kata Soimah, pihak keluarga masih belum mendapatkan kejelasan dan tindak lanjut dari pihak pesantren.
Ia lantas meminta bantuan hukum ke pengacara kondang Hotman Paris. Kasus meninggalnya AM seketika mendapatkan perhatian publik.
“Saya akan mendampingi ibu Soimah, ibunda dari AM,” ujar Hotman Paris beberapa waktu lalu.
Di Palembang, pada Selasa (6/9), pengacara yang mendampingi orangtua AM, Titis Rachmawati mengatakan, “Keluarga AM menyesalkan sikap pihak Pesantren Gontor yang terkesan menutupi peristiwa sebenarnya yang menyebabkan putra sulung Ibu Soimah meninggal. Ada hal yang tak konsisten ketika awal mengatakan anaknya meninggal karena sakit. Ketika mereka memaksa membuka jenazah melihat kondisi, baru mengaku ternyata dianiaya.”
“Kami akan meneruskan ini ke ranah hukum. Sesuai statement Gontor mengakui penganiayaan. Disesalkan sudah tahu ada penganiayaan kenapa dikemas ada surat kematian karena sakit,” lanjut Titis.
Sementara, untuk laporan kepolisian saat ini diusut dengan LP model A atas kasus temuan kepolisian.
“Apabila dibutuhkan untuk membuat laporan baru model B kami akan buat, tapi untuk sekarang Polres Ponorogo sudah menanganinya dengan laporan model A,” ujar Titis.
Terpisah, Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, melalui Juru Bicaranya, Noor Syahid akhirnya mengakui penyebab meninggalnya santri AM adalah akibat penganiayaan.
“Berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, kami memang menemukan adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan almarhum [AM] wafat,” kata Noor Syahid, melalui keterangan tertulisnya, Senin (5/9).
Pihak Gontor juga menyampaikan permohonan maaf dan belasungkawa atas wafatnya AM, khususnya kepada orang tua dan keluarga almarhum di Palembang.
Tak hanya itu, Noor bilang, pihak pondok juga langsung menindak para terduga pelaku penganiayaan yang sementara ini diketahui berjumlah dua orang. Mereka langsung dikeluarkan dan dipulangkan dari pesantren pada Senin (22/8).
“Pelaku dua orang. Dan langsung tidak sampai satu jam [setelah AM wafat], surat pemberhentian, surat pemulangan, surat pengusiran langsung kami buat dan mereka langsung dipulangkan,” ucapnya.
Noor mengatakan dua pelaku itu merupakan kakak kelas korban yang duduk di kelas 6 atau setara kelas 12 SMA. Sementara korban masih kelas 5 atau kelas 11.
Usai dikeluarkan dari pondok, Noor mengatakan para pelaku saat ini sudah tak berada di Gontor. Mereka sudah pulang ke rumah orang tuanya masing-masing.
“Dua pelaku satu dari Padang dan yang satu dari Bangka. Saat ini sudah tidak di pondok,” ucapnya.
Sementara soal keterangan penyebab kematian AM yang berbeda dari kejadian sebenarnya, Noor Syahid mengatakan hal itu sengaja dilakukan untuk menjaga perasaan keluarga di depan para pelayat.
“Jadi sebetulnya dari awal ketika jenazahnya diserahkan, memang [penyebab meninggal korban] tidak untuk konsumsi umum,” tuturnya.
Ia mengklaim pihak pengantar jenazah kemudian mengungkap penyebab kematian AM yang sebenarnya. Hal itu dilakukan di ruang tertutup dan privat, di depan orang tua serta keluarga korban.
“Tetapi di dalam ruang yang terbatas, kami sampaikan apa adanya, sehingga [harapannya] orang tua akan menerima,” ucap Noor.
50 Adegan Prarekonstruksi Penganiayaan
Setelah pengakuan pihak pesantren, sehari berselang, Polres Ponorogo pun melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan prarekonstruksi di Pondok Gontor.
“Ada total 50 adegan dirangkum dari awal sampai akhir korban berada di IGD,” kata Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono, Selasa (6/9).
Catur menjelaskan bahwa 50 adegan dalam prarekonstruksi itu terdiri dari kejadian awal penjemputan korban, hingga terjadinya kekerasan yang mengakibatkan AM (17) meninggal dunia.
Olah TKP dan pra rekonstruksi itu dilakukan dari awal, ketika korban mengikuti kegiatan perkemahan Kamis-Jumat. Polisi juga menyita barang bukti berupa pentungan, air mineral, minyak kayu putih, hingga becak.
Dalam pra rekonstruksi, kata Catur, unsur penganiayaan sudah sangat jelas. Namun, soal motif penganiayaan oleh pelaku, Catur enggan membeberkannya lebih dulu. Polisi masih melakukan tahapan penyelidikan.
“Motif lebih dalam menunggu lengkap baru kami sampaikan. Penyebab kematian nanti akan disampaikan saksi ahli,” kata dia.
Selain itu, kata Catur, sementara ini ada 11 orang saksi yang sudah dimintai keterangan pihak kepolisian.(*)
Sumber: cnnindonesia.com