PROBATAM.CO, Jakarta — Setidaknya 100 orang tewas akibat banjir bandang yang menerjang Sudan sejak pekan lalu. Banjir ini terjadi karena hujan lebat yang melanda negara Afrika itu sejak Mei.
Berdasarkan keterangan juru bicara Dewan Nasional Sudan untuk Pertahanan Sipil, Abdul-Jalil Abdul-Rahim, bencana tersebut menyebabkan setidaknya 96 orang terluka.
Abdul Rahim juga menuturkan sekitar 27.600 rumah “hancur” dan sekitar 42.000 rumah “rusak sebagian,” dikutip dari Arab News.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyampaikan setidaknya 258 ribu orang terdampak banjir yang melanda 15 provinsi di Sudan. Bencana itu menghancurkan banyak desa dan ratusan ribu hektare tanah tenggelam.
Berdasarkan Kantor Koordinasi urusan Kemanusiaan PBB, beberapa daerah yang paling terdampak ialah wilayah Darfur barat, beberapa provinsi di Sungai Nil, Nil Putih, Kordofan Barat dan Kordofan Selatan.
Tak hanya itu, pihak berwenang Sudan bahkan mendeklarasikan darurat negara di enam provinsi yang paling terdampak banjir.
Salah satu jurnalis Al-Jazeera, Hiba Morgan, mengatakan banyak warga di Gezira yang terpaksa pergi dari rumah mereka imbas bencana tersebut.
“Gezira merupakan satu dari beberapa negara bagian yang dideklarasikan terdampak bencana. Puluhan desa tenggelam di sini sejak awal musim hujan, menyebabkan ratusan keluarga tak lagi punya rumah,” ujar Morgan, dikutip dari Al-Jazeera.
Morgan juga melaporkan banyak masyarakat di sana mengungsi ke dataran yang lebih kering. Namun, mereka masih belum mendapatkan bantuan.
“Kami bangun saat air memasuki rumah kami dan kami keluar selagi bisa. Setiap jam kami mendengar bahwa sebuah rumah hancur, atau sistem pembuangan limbah rusak, atau tembok runtuh. Tidak ada yang tersisa,” ujar salah satu warga di Wad Alnaeim, Adam Ismail.
Ismail juga mengaku sedang menunggu air surut agar ia dan ibunya bisa kembali ke rumah dan membangun kembali rumah mereka.
Warga lain, Hamdan Tia, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia telah membangun tembok, tetapi rumahnya tetap rusak akibat bencana ini.
“Kami mengungsikan anak-anak dan menyelamatkan barang yang bisa diselamatkan dari rumah, tetapi rumah kami hancur. Kami membangun tembok tetapi masih tetap harus mengeluarkan air [yang masuk ke rumah],” tuturnya.
“Sekarang kami khawatir dengan penyakit yang bisa dibawa air tersebut, seperti malaria dan infeksi.”(*)
Sumber: cnnindonesia.com