PROBATAM.CO, Jakarta – Ekonomi Jerman sedang lesu-lesunya. Sebagai negara dengan kapasitas ekonomi terbesar di Eropa, melambatnya denyut ekonomi Jerman dikhawatirkan menimbulkan masalah di seluruh Benua Biru.
Dilansir dari CNN, Rabu (3/8/2022), perlambatan ekonomi Jerman terlihat dari penjualan ritel Jerman merosot 8,8% pada bulan Juni secara tahunan. Hal itu berdasarkan data awal dari Kantor Statistik Federal Jerman yang dirilis Senin kemarin.
Hal ini menjadi penurunan terbesar sejak tahun 1994 yang menandakan ekonomi Jerman berada di masa yang sangat suram.
Melonjaknya inflasi telah membatasi daya beli masyarakat. Sementara itu krisis energi mengancam denyut ekonomi Jerman makin melambat, bukan tidak mungkin akan membawa negara itu ke dalam resesi.
Pekan lalu data resmi menunjukkan negara itu mengalami stagnasi pada kuartal kedua. Ekonomi Jerman tak bertumbuh selama 3 bulan kedua tahun 2022.
Sementara itu, ekonomi Uni Eropa tumbuh secara tak terduga 4% pada kuartal kedua. Perlambatan di Jerman, yang notabenenya punya kekuatan sebagai jantung manufaktur Eropa dapat menyeret satu benua ke arah perlambatan. Pasalnya, selama ini Jerman menyumbang sekitar seperempat dari produk domestik bruto untuk benua Eropa.
Ancaman Kelangkaan Gas
Kebuntuan masalah energi yang sedang berlangsung antara Eropa dan Rusia menandakan ancaman resesi masih sangat mungkin terjadi. Jerman sangat rentan saat ini.
Negara itu telah lama mengandalkan impor gas alam dark Rusia untuk ‘memompa’ jantung industrinya. Seperti diketahui, ekonomi Jerman tumbuh dari industri dan manufakturnya.
Pemutusan tiba-tiba pasokan gas dari Rusia diyakini sangat berpengaruh bagi Jerman. Bahkan, bisa menghilangkan US$ 226 miliar dari ekonominya selama dua tahun ke depan.
Ancaman pasokan gas menghilang bukan cuma gertakan semata, kemungkinan itu sangat nyata. Buktinya, Rusia telah mematikan keran ke beberapa negara Eropa dan perusahaan energi dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara itu, pemerintah Jerman saat ini tengah berjibaku untuk memangkas impor gasnya dari Rusia menjadi 35% dari 55%.(*)
Sumber: detik.com