PROBATAM.CO, Jakarta — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat menghambat penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
Diketahui, dalam RKUHP draf yang dapat diakses publik (2019), HAM berat diatur dalam Pasal 599 dan 600. Padahal, HAM berat sudah diatur secara khusus dalam UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
“Keberadaan pasal pelanggaran HAM berat dalam RKUHP ini cukup mengganggu bagaimana soal penyelesaian pelanggaran HAM berat itu sendiri,” kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam diskusi daring, Kamis (16/6).
Fatia menjelaskan pelanggaran HAM berat dalam RKUHP berubah menjadi delik umum. Dengan demikian bakal banyak asas-sas yang tak sesuai dengan penyelesaian pelanggaran HAM sebagaimana mengacu pada Statuta Roma dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
Selain itu, masuknya pasal pelanggaran HAM berat juga akan menghilangkan kekhususan dari kasus tersebut, seperti masa kedaluwarsa. Padahal, dalam UU 26/2000 penyelesaian pelanggaran HAM berat tidak ada masa kedaluwarsa.
Dengan kata lain, kata Fatia, RKUHP bakal menihilkan UU 26/2000. Oleh sebab itu, pihaknya menentang pasal pelanggaran HAM berat di RKUHP.
“Lebih baik pasal pelanggaran HAM berat ini dicabut,” katanya.
Menurut Fatia, pemerintah lebih baik merevisi UU 26/2000 ketimbang memasukkan pelanggaran HAM berat ke RKUHP. Ia menilai UU tersebut masih belum sempurna.
“Di UU-nya saja, itu masih banyak catatn kritis yang semestinya itu segera direvisi dan segara ada perbaikan dalam mengakomodasi pemerintah dalam menyelesaikan HAM berat,” ujarnya.(*)
Sumber: cnnindonesia.com