PROBATAM.CO, Jakarta — Serikat Petani Indonesia (SPI) mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuka kembali ekspor CPO dan minyak goreng. Namun, SPI juga mendesak agar perombakan tata kelola persawitan segera direalisasikan secara konsisten.
“Ya, kita apresiasi, walau harga tandan buah segar (TBS) sawit para petani SPI di berbagai daerah sudah sempat sangat jatuh, belum lagi biaya produksi yang ikut tinggi,” kata Ketua Umum SPI Henry Saragih dalam pernyataan yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (19/5)
Henry menegaskan perombakan tata kelola persawitan tidak cukup hanya dengan mencabut pelarangan ekspor karena kebijakan tersebut mengorbankan posisi petani kelapa sawit. Menurutnya, perkebunan sawit harus diurus oleh rakyat, bukan dimonopoli oleh korporasi-korporasi.
Korporasi yang menguasai sawit dengan membangun perkebunan skala besar disebut telah menghilangkan kekayaan hutan dan sumber air di sekitar perkebunan seperti rawa-rawa, sungai dan sumber air lainnya.
Tak hanya itu, SPI juga menyoroti tingginya konflik agraria akibat korporasi yang merampas tanah petani dan masyarakat adat demi memperluas perkebunan sawit mereka. Kesejahteraan buruh korporasi sawit juga disebut ditelantarkan hingga terjadi pelanggaran kewajiban pajak.
Oleh karena itu, SPI mengajak pemerintah menyerahkan pengelolaan sawit kepada petani melalui koperasi.
“Di sinilah peran negara untuk menjembatani transisi ini, melakukan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA),” tegasnya.
Henry melanjutkan, negara melalui BUMN juga berperan mengurus turunan strategis produksi sawit, seperti agrofuel atau kepentingan strategis lainnya. Korporasi swasta disebut bisa diikutkan di urusan pengolahan industri lanjutan, misalnya untuk pabrik sabun, kosmetik, obatan-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya.
Presiden Jokowi memutuskan untuk membuka kembali keran ekspor CPO dan minyak goreng mulai Senin (23/5). Keputusan ini diambil dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, pasokan minyak goreng di tanah air yang sudah kembali melimpah. Jokowi mengatakan setelah larangan ekspor diberlakukan pasokan minyak goreng yang ada Maret hanya 64,5 ribu ton per bulan naik jadi 211 ribu ton per bulan.
Kedua, penurunan harga minyak goreng curah. Jokowi mengatakan setelah larangan ekspor CPO diberlakukan harga minyak goreng curah yang rata-rata nasionalnya sempat tembus Rp19.800 per liter berhasil diturunkan jadi Rp17.200-Rp17.600.
Sedangkan pertimbangan ketiga adalah adalah soal banyaknya orang yang bekerja di sawit.(*)
Sumber: cnnindonesia.com