PROBATAM.CO, Jakarta — Presiden Joko Widodo mengatakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, adalah bagian dari usaha memeratakan ekonomi sehingga tak Jawa-sentris.
Karenanya, pelbagai kajian yang sudah dilakukan sebelumnya soal pemindahan Ibu Kota Negara pada pemerintahan sebelumnya harus segera dieksekusi.
“Kalau kita tak eksekusi kajian-kajian itu, sampai kapan pun tidak akan terjadi. Memang butuh keberanian, ada risikonya, iya. Tapi kita tahu kita ingin ada pemerataan, bukan Jawa sentris, tapi Indonesia sentris,” kata Jokowi dalam Rapim TNI-Polri, Selasa (1/3).
Menurutnya, 58 persen Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi Indonesia selama ini berputar di Pulau Jawa. Padahal, Indonesia memiliki 17 ribu pulau dari Sabang sampai Merauke.
Karenanya, pemerataan ekonomi dibutuhkan dengan pemindahan Ibu Kota. Bukan sekadar memindahkan gedung dari Jakarta ke Nusantara.
“Kalau magnetnya ada Jakarta, ada Nusantara, magnetnya akan ada dua. Bisa ke sini, bisa ke sana. Artinya, perputaran ekonomi tidak hanya akan di Pulau Jawa,” kata dia.
Tak hanya soal pemerataan ekonomi, Jokowi juga menilai pemindahan ibu kota juga bertujuan untuk pemerataan populasi. Ia merinci selama ini 56 persen populasi Indonesia ada di Pulau Jawa.
“Ini juga jadi dasar pindah ibu kota itu. Agar tak terjadi ketimpangan ekonomi, infrastruktur, populasi, kemudian kita eksekusi, kita putuskan, yang namanya IKN yang baru, Nusantara. Dan itu sudah di secara politik, sudah disetujui 8 dari 9 fraksi di DPR,” ucap dia.
Di sisi lain, Jokowi menyinggung wacana pemindahan ibu kota negara sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Presiden pertama RI, Sukarno. Ia mengklaim pada tahun 1957, Sukarno sudah memulai gagasan pemindahan ibu kota negara ke Palangkaraya.
“Karena saat itu ada pergolakan di rem,” kata Jokowi.
Tak berhenti sampai di situ, Jokowi mengatakan Presiden ke-2 RI, Soeharto juga memiliki wacana memindahkan ibu kota negara ke Jonggol, Jawa Barat.
“Tapi batal juga karena ada pergolakan di 97-98. Jadi ini kajian itu sudah lama sekali,” kata dia.
Sebelumnya, Anggota Tim Kajian IKN dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai pembangunan IKN masih Jawa-sentris dalam hal pengakomodasian aspirasinya.
“Hal ini dikarenakan perspektif dominan selama ini terlalu Jawa-sentris, sehingga suara-suara daerah belum begitu menjadi atensi,” ujarnya, Rabu (27/10).
“Hal itulah yang membuat rasa kepemilikan [sense of belonging] terhadap Ibu Kota Negara (IKN) baru ini bisa saja bernuansa elitis daripada inklusif. Maka penting sekiranya suara-suara daerah dari Kalimantan Timur diperhatikan terutama masyarakat adat yang kerap kali termarjinalkan,” imbuhnya.(*)
Sumber: cnnindonesia.com