PROBATAM.CO, Jakarta – Grup Salim adalah salah satu konglomerasi terkaya dan tertua di Indonesia. Grup Salim didirikan oleh mendiang Sudono Salim alias Liem Sioe Liong alias Om Liem.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) merupakan beberapa contoh dari banyaknya merek perusahaan sukses dalam Grup Salim yang mungkin sudah tidak asing lagi kita dengar sehari-hari.
Hingga saat ini Grup Salim terus mengembangkan gurita bisnisnya di di Indonesia. Namun, beberapa waktu terakhir perusahaan grup salim menjadi perbincangan, karena Anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) digerebek aparat dari Satgas Pangan Sumatera Utara.
Tim Satgas Pangan Sumut yang menemukan sebanyak 1,1 juta kilogram minyak goreng yang menumpuk di gudang Deli Serdang, Sumatra Utara. Tumpukan minyak goreng itu dianggap tim Satgas sebagai praktik penimbunan, padahal seharusnya minyak goreng itu didistribusikan ke masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, pihak SIMP pun buka suara soal minyak goreng yang menumpuk di gudang Deli Serdang. SIMP menjelaskan jumlah minyak goreng yang ada di gudang setara dengan 80 ribu karton untuk pengiriman yang dilakukan 2-3 hari ke depan. Stok yang menumpuk itu diklaim sudah siap didistribusikan bukan ditimbun.
SIMP menegaskan sebagai perusahaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, pihaknya senantiasa mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini terkait dengan peraturan Kementerian Perdagangan.
Bisnis Minyak Goreng Grup Salim
Minyak goreng SIMP di gudang Deli Serdang adalah hasil dari diproduksi pihaknya sendiri, yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng pabrik mi instan pada grup perusahaan. Pabrik mi instan itu telah tersebar di seluruh Indonesia termasuk. Produk minyak goreng terkenal dari Grup Salim adalah Happy, Bimoli, dan Delima.
SIMP termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar serta salah satu pemimpin pasar minyak goreng, margarin dan shortening bermerek di Indonesia.
Kegiatan utama SIMP meliputi seluruh mata rantai pasokan dari penelitian dan pengembangan, pemuliaan benih bibit, pembudidayaan dan pengolahan kelapa sawit.
Selain itu, SIMP juga melakukan pembudidayaan komoditas tebu, karet dan tanaman lainnya. Grup SIMP juga mengelola kegiatan usaha melalui dua divisi bisnis, yakni divisi perkebunan, divisi minyak dan lemak nabati.
Bangkit dari Kemiskinan
Pendiri Grup Salim, Om Liem lahir di Fuqing sebuah desa kecil di wilayah Fujian, China bagian selatan pada 16 Juli 1916. Om Liem merupakan anak kedua dari seorang petani dan masa kecil hidupnya sangat kekurangan.
Kemiskinan itulah yang mendorongnya hijrah ke Indonesia, mengikuti jejak sang kakak yang sudah terlebih dahulu tiba di Tanah Air. Om Liem tiba di Indonesia pada tahun 1939, ketika dimulainya Perang Dunia II.
Kisah perjuangan Om Liem dituliskan dalam buku ‘How Chinese are Entrepreneurial Strategies of Ethnic Chinese Business Groups in Southeast Asia? A Multifaceted Analysis of the Salim Group of Indonesia’ karangan Marleen Dieleman yang diterbitkan pada tahun 2007.
Buku ini mengambil data dari berbagai sumber, salah satunya adalah laporan tahunan resmi perusahaan Salim Group.
Awal Karir Sukses
Awalnya misi Om Liem di Indonesia adalah mencari uang. Ia mulai bekerja sebagai supplier cengkeh untuk perusahaan-perusahaan rokok di Kudus dan Semarang, Jawa Tengah. Cengkeh menjadi salah satu bisnis yang menunjang kerajaan bisnisnya di masa mendatang, selain bisnis tekstil tentunya.
Pada era pemerintahan Presiden Soeharto, Om Liem juga pernah berbisnis di dunia perbankan dengan mendirikan Bank Windu Kencana dan Bank BCA.
Om Liem bersama dengan rekanya membangun sebuah perusahaan tepung terigu terbesar di Indonesia yaitu, PT Bogasari. Kala itu, PT Bogasari menguasai 2/3 pasar terigu Indonesia.
Untuk menutupi utangnya, Om Liem terpaksa melepas beberapa perusahaannya seperti PT Indocement Tunggal Perkasa, PT BCA, dan PT Indomobil Sukses Internasional.
Bisnisnya Sempat Alami Jatuh Bangun
Mendiang pendiri Salim Group, Om Liem meninggal dunia di Singapura, sekitar pukul 15.00 pada Minggu (10/6/2012) silam.
Berbagai bisnis Sudono Salim sempat mengalami pasang surut di masa penjajahan Jepang hingga kemerdekaan Indonesia. Bahkan, pada tahun 1997 bisnisnya pernah mengalami kejatuhan saat krisis moneter melanda Indonesia.
Kerajaan bisnisnya sempat goyah karena memiliki utang yang cukup besar, yang dilaporkan mencapai Rp 52 triliun. Kemudian, bisnisnya kembali mulai melambung pada era orde baru. Bahkan dirinya menjadi salah satu orang dekat Presiden Soeharto.
Anthony Salim yang merupakan anak dari Sudono beserta menantunya Franciscus Welirang kini meneruskan seluruh usaha Grup Salim. Tidak hanya itu, keluarga Salim memiliki saham di perusahaan investasi yang terdaftar di Hong Kong, First Pacific, yang memiliki aset sebesar US$ 27 miliar di enam negara.(*)
Sumber: detik.com