PROBATAM.CO, Afghanistan – Saat momen-momen terakhir pendudukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan tertangkap dua foto yang merupakan kebalikan dari invasi AS hampir 20 tahun lalu: Seorang tentara AS pergi ketika pejuang Taliban mengambil alih kendali.
Komando Pusat AS mengidentifikasi tentara terakhir yang meninggalkan tanah Afghanistan yaitu Mayor Jenderal Chris Donahue, komandan jenderal Lintas Udara ke-82.
Dikutip dari The New York Times, Selasa (31/8/2021), Donahue menaiki pesawat penerbangan terakhir di bandara Kabul. Tak lama setelah itu, Los Angeles Times mengunggah video dari kepala biro Timur Tengahnya, Nabih Bulos, memasuki bandara bersama pejuang Taliban.
Gambar Mayor Donahue, sebuah senjata api di tangan kanannya, menaiki pesawat C-17 pada Senin malam, terselubung dalam warna hijau sugestif dari kacamata night vision.
Di sekitar kawasan itu, dan tak lama setelah Donahue menaiki pesawat, sejumlah pejuang Taliban terekam sedang berjalan ke dalam hanggar bandara. Momen itu ditangkap dalam sebuah video berdurasi 30 detik, dilihat hampir 2 juta kali di Twitter. Video itu direkam Bulos.
Area bandara menyala terang. Pejuang Taliban berjalan dengan kursi putar kosong dan menuju satu sisi hanggar, di mana beberapa helikopter terparkir.
Bulos mengatakan para pejuang memasuki area yang hanya beberapa menit yang lalu menjadi bagian patroli Amerika. Dalam video lain yang diunggah Bulos, pejuang Taliban mengeluarkan tembakan ke udara sebagai tembakan perayaan.
Kedua gambar tersebut menangkap penyerahan kekuasaan yang tidak mungkin antara AS, yang menginvasi negara itu pada tahun 2001, dan Taliban, yang telah melancarkan kampanye berdarah untuk kembali berkuasa sejak kalah 20 tahun lalu.
Akhir perang panjang
Pesawat terakhir militer AS yang meninggalkan Afghanistan berisi para pasukan dan staf diplomatik inti yang masih tersisa. Demikian disampaikan Komandan Komando Pusat AS, Jenderal Kenneth McKenzie pada Senin di Pentagon.
Hal ini menandai akhir perang terpanjang AS di negara tersebut.
Keberangkatan ini menandai pertama kalinya dalam hampir dua dekade AS dan sekutunya tidak lagi memiliki pasukan di lapangan di Afghanistan setelah menghabiskan dana USD 2 triliun dan hampir 2.000 pasukan AS tewas selama bertugas.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS pada Senin menyampaikan, Departemen Luar Negeri tidak akan ada lagi warga sipil AS di lapangan ketika militer AS meninggalkan Afghanistan.
“Kita tidak akan memiliki warga sipil di lapangan ketika militer pergi,” ujarnya, dikutip dari CNN, Selasa (31/8/2021).
Pejabat ini mengatakan, mereka memperkirakan Kedutaan AS di Kabul menghentikan operasional kedutaan setelah penarikan militer, tapi mengatakan “bukan berarti kami menghentikan komitmen apa pun terhadap warga negara Amerika di Afghanistan, terhadap orang Afghanistan yang dalam bahaya, atau terhadap rakyat Afghanistan.”
Rusak puluhan pesawat
Sebelum penerbangan terakhir pasukan AS, militer merusak sejumlah pesawat dan kendaraan lapis baja termasuk sistem pertahanan roket teknologi tinggi di bandara Kabul.
McKenzie menyampaikan 73 pesawat yang berada di Bandara Internasional Hamid Karzai di-“demiliterisasi,” atau dijadikan tidak berfungsi oleh tentara AS sebelum mereka merampungkan dua pekan evakuasi dari negara yang sekarang dikuasai Taliban itu.
“Pesawat-pesawat itu tidak akan pernah terbang lagi. Mereka tidak bisa lagi dioperasikan oleh siapapun,” jelasnya, dikutip dari Times of Israel, Selasa (31/8/2021).
McKenzie menyampaikan Pentagon, yang mengerahkan hampir 6.000 pasukan untuk menduduki dan mengoperasikan bandara Kabul ketika evakuasi dimulai pada 14 Agustus, meninggalkan sekitar 70 MRAP kendaraan taktis lapis baja senilai USD 1 juta per unit, dan semuanya telah dirusak atau dibuat tidak berfungsi sebelum meninggalkan negarra tersebut, termasuk 27 unit Humvees.
Dia menegaskan semua kendaraan ini tidak akan pernah digunakan lagi oleh siapapun.
AS juga meninggalkan sistem C-RAM – kontra roket, artileri, dan mortir – yang digunakan untuk melindungi bandara dari serangan roket.
Sistem tersebut membantu menangkis lima serangan roket ISIS pada Senin.
“Kami memilih tetap mengoperasikan sistem-sistem itu sampai menit terakhir sebelum pesawat terakhir AS berangkat,” ujarnya.
“Ini adalah prosedur yang kompleks dan prosedur yang memakan waktu lama untuk memecah sistem tersebut. Jadi kami mendemiliterisasi sistem itu sehingga tidak akan pernah digunakan lagi.”
Sumber: Merdeka.com