PROBATAM.CO, Jakarta – Hari Tanpa Tembakau diperingati pada 31 Mei setiap tahunnya. Perayaan ini ditujukan untuk memperingati publik bahaya penggunaan tembakau pada kesehatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menciptakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 1987 untuk menyebarkan bahaya merokok pada publik, termasuk penyakit apa saja yang lebih berisiko diderita perokok.
Menurut data Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) pada 2016, Indonesia termasuk negara dengan penduduk perokok terbanyak di Asia Tenggara. Sebanyak 66 persen penduduk laki-laki usia dewasa Indonesia dan 6,7 persen penduduk perempuan merupakan perokok aktif.
Di antara negara ASEAN lainnya, Indonesia juga menyumbang sebanyak 53,3 persen perokok. Sementara negara lainnya hanya menyumbang di bawah angka 15 persen.
Angka perokok anak juga tak kalah sedikit. Menurut Global Youth Tobacco Survei pada 2019, sebanyak 19,2 pelajar Indonesia merokok. Jika tak segera ditangani, tentunya masa depan generasi muda bisa terancam.
Lepas dari rokok juga disebut bisa mengurangi risiko terinfeksi Covid-19. Orang yang tidak merokok pun bisa lebih sehat sehingga kekebalan tubuhnya sanggup menghadapi virus SARS-CoV-2.
“Ketika seseorang berhenti merokok, akan sedikit sekali kondisi mulut menyentuh tangan, sementara kita tahu bahwa tangan bisa saja membawa virus Covid-19, apalagi yang jarang cuci tangan,” kata dokter spesialis paru Feni Fitriani dalam kesempatan yang sama.
Feni mengatakan, orang yang merokok lebih mungkin terserang Covid-19. Bukan hanya karena tangan sering berdekatan dengan mulut, merokok juga mengganggu kerja sistem kekebalan tubuh.
Merokok juga membuat aktivitas enzim angiotensin-converting enzyme-2 (ACE2) pada sel tubuh menjadi meningkat berlebihan. Sementara reseptor ACE2 ini menjadi ‘pintu masuk’ untuk Covid-19. Singkatnya, merokok memperbanyak jumlah ACE2 pada sel tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena Covid-19.
“Merokok meningkatkan regulasi reseptor ACE2. Sehingga virus lebih mudah masuk. Kemudian belum lagi orang yang merokok mulutnya dekat tangan, dia tidak sering cuci tangan memungkinkan terjadinya transmisi Covid-19,” ujar Feni.
Kondisi yang sama juga terjadi pada vaping, shisha, dan jenis rokok elektrik lain yang mengandung tembakau, baik itu cair maupun padat.
“Jadi berhenti merokok tak hanya baik untuk kesehatan, tapi juga untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Tak ada kata terlambat untuk berhenti merokok. Berhenti merokok sekarang juga,” ucapnya.
Dampak Merokok pada Kesehatan
Merokok juga dapat memperlambat kerja kognitif otak. Dokter spesialis kejiwaan Tribowo Ginting menjelaskan, nikotin yang dibawa masuk reseptor otak ke bagian-bagian dalam otak dapat menyebabkan kelemahan berpikir.
Susunan konsentrasi nikotin dalam otak bisa membuat bagian prefrontal cortex lambat bekerja. Alhasil, seseorang sulit mengambil keputusan atau berpikir.
“Nikotin yang dibawa ke otak akan menghasilkan dopamin. Ketika sudah aditif, otak akan kebanjiran dopamin dan memengaruhi prefrontal cortex sehingga ia sulit mempertimbangkan sesuatu, menganalisis, dan memutuskan tindakan,” kata Tribowo dalam diskusi daring, beberapa waktu lalu.
Selain itu, merokok juga membawa banyak dampak bagi kesehatan. Diketahui ada sekitar 7.000 zat beracun dan bersifat karsinogen dalam sebatang rokok. Kandungan dalam rokok telah terbukti secara medis dapat menyebabkan berbagai macam penyakit kronis hingga kematian. Selain itu, di masa pandemi Covid-19 yang tak kunjung membaik ini, setiap orang idealnya semakin gencar menjaga kesehatan.(*)
cnnindonesia.com