Presiden Jokowi mendapat sentimen negatif di medsos atas sejumlah kebijakan. (Foto: Lukas - Biro Pers)

Indef: 49,9 Persen Suara di Medsos Sentimen Negatif ke Jokowi

PROBATAM.CO, Jakarta – Institute For Development of Economics and Finance (Indef) mengeluarkan hasil analisis berkaitan dengan Sentimen tentang Institusi, Perilaku, dan Kinerja Pemerintah termasuk Presiden Joko Widodo yang dilakukan sejak Juli hingga 13 November 2020.
Pengumpulan data yang dilakukan melalui jejaring media sosial itu telah menemukan 1,22 juta percakapan yang membahas soal kinerja Jokowi di periode pemerintahan saat ini.

Dari jumlah itu, percakapan banyak membahas soal tugas, sikap, perilaku hingga kebijakan yang dilakukan Jokowi selama memerintah. Dari total 1,22 juta percakapan, sebanyak 49,9 persen justru mempunyai sentimen negatif.

Indef memaparkan ada lima isu utama yang banyak diperbincangkan di media sosial dan berimplikasi pada sentimen negatif terhadap mantan gubernur DKI Jakarta itu.

“Lima isu, masalah, dan kebijakan ini dianggap baik, tidak bermasalah oleh pemerintah, terus dijalankan dan bahkan dipaksakan, tetapi ditolak dan mendapat sentimen negatif dari publik,” pernyataan Indef dalam hasil analisis yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (16/11).

Salah satunya berkaitan dengan isu Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja sebelum disahkan yang dianggap tidak populer, sembrono, dan salah kaprah.

Percakapan tentang RUU Cipta Kerja yang mempunyai sentimen negatif mencapai 73 persen. Sementara hanya 27 persen yang mempunyai pandangan positif terhadap Jokowi berkaitan dengan RUU Cipta Kerja.

Kemudian berkaitan dengan penanganan pandemi covid-19, sebanyak 63 persen percakapan di media sosial berpandangan negatif dan hanya 37 persen yang masih memandang positif terhadap Jokowi.

Selanjutnya berkaitan dengan dinasti politik di Pilkada Serentak 2020 yang tetap digelar di masa pandemi. Sebanyak 81 persen percakapan di media sosial berpandangan negatif terhadap Jokowi, dengan putra sulung, Gibran Rakabuming Raka dan menantunya, Bobby Nasution, yang maju di Pilkada Solo dan Medan.

Sisanya, yakni sebanyak 9 persen masih memandang positif terhadap Jokowi berkaitan dengan dinasti politik ini.

Perbincangan di media sosial juga banyak membahas terkait peningkatan utang negara. Sebanyak 73 persen berpandangan negatif, dan sisanya 27 persen masih memandang positif.

Dari data tersebut, Indef melihat sentimen negatif ini terbilang cukup besar dan mengindikasikan bahwa Jokowi tidak bermodal besar untuk membuat lompatan kebijakan yang tidak populer.

Apalagi sebelumnya telah banyak kebijakan kontroversial yang dikeluarkan pemerintah dan menimbulkan pro dan kontra.

“Kebijakan di masa mendatang yang tidak populer, komunikasi lemah, dan kurang sosialisasi akan lebih ditentang lagi oleh publik. Bahkan tidak hanya di media sosial tetapi dalam aksi demonstrasi, seperti yang telah terjadi berkali- kali,” pernyataan dalam hasil penelitian itu.

Indef juga memandang, apabila Jokowi terus memaksakan membuat kebijakan yang tidak populer dan semakin banyak ditentang publik, maka benturan dan pertegangan bisa terjadi.

Dari hasil penelitian juga menunjukan bahwa pertentangan yang telah dan akan terjadi berasal dari lembaga kepresidenan, sikap presiden, kebijakan yang diambil, dan keputusan politiknya.

“Riset Big Data dan metodologi pengumpulan data dalam jumlah sangat besar di publik ini relatif bisa menjadi indikasi yang mencerminkan banyak sekali kebijakan yang kontroversial, tidak produktif, dan tidak populer,” kata Indef.

Indef melakukan riset ini sejak Juli hingga 13 November 2020 dengan mengumpulkan 2,18 juta informasi dan data berupa percakapan tentang presiden, wakil presiden, dan menteri.

Indef telah mengembangkan sistem big data (machine learning) yang digunakan untuk mengambil data dan informasi percakapan, berita, dan dokumen-dokumen di dunia maya.

Selama periode Juni-November telah terkumpul tidak kurang 2,18 juta percakapan di media sosial dengan kata kunci Joko Widodo; Presiden Jokowi, Jokowi. Juga kata kunci menteri seperti Terawan Agus Putranto, Menkes Terawan, menterikesehatan, menteri kesehatan.

(lam)