Stasiun pengecasan mobil listrik. (Photoo: CNN Indonesia)

Aturan Uji Tipe Kendaraan Listrik ‘Tinggal Diteken’ Menteri Perhubungan

PROBATAM.CO, Jakarta- Aturan turunan dari Perpres No.55/2019 percepatan kenderaan listrik yang mengatur mengenai uji tipe kendaraan listrik disebut sudah selesai. Aturan ini sebelumnya dijanjikan diterbitkan pada akhir 2019.

Draft Peraturan Menteri (PM) yang mengatur uji tipe kendaraan listrik itu sudah diserahkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) untuk selanjutnya ditandatangani Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Kementerian Perhubungan masih menanti harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM terkait dengan aturan turunan dari Perpres No.55/2019 percepatan kendaraan listrik yang mengatur mengenai uji tipe kendaraan listrik.

“Sudah masuk Kemenkum HAM, jika sudah selesai dari sana tinggal teken saja,” kata Direktur Sarana Transportasi Jalan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Sigit Irfansyah melalui telepon, Selasa (11/2/2020), dilansir cnnindonesia.

Landasan hukum uji tipe kendaraan bermotor listrik tertuang dalam draft PM Perhubungan Tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor dengan Motor Penggerak Menggunakan Motor Listrik.

Regulasi itu merupakan aturan turunan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan yang terbit pada Agustus 2019.


“Ya mereka juga akan mengecek [Kemenhub], apa ada bersinggungan dengan aturan lain. Kementerian lain yang terkait juga akan ikut ngecek. Kemarin sudah rapat sekali, tapi mungkin nanti ada rapat sekali lagi,” ucap dia.

Ia tidak menyebut kapan draft tersebut masuk Kemenkum HAM. Tapi jika ada permintaan revisi, proses perbaikan hingga akhirnya bisa ditandatangani dan terbit memakan waktu paling lama dua bulan.

“Ya maksimal sebulan atau dua bulan lagi kalau banyak revisi. Ya maklum juga karena ini (kendaraan listrik) barang baru di Indonesia,” katanya.

Suara Kendaraan Listrik

Menurut Sigit kemungkinan ada revisi draft PM direvisi pada bagian ‘kendaraan listrik wajib memiliki suara’. Sebab banyak pihak yang meminta kendaraan listrik tidak perlu mengeluarkan suara.

Aturan kendaraan listrik wajib bersuara tertuang dalam Pasal 36 PM tersebut yang bunyinya “Kendaraan Bermotor Listrik kategori M, N, O dan L yang hanya menggunakan motor listrik sebagai penggerak, untuk memenuhi aspek keselamatan harus dilengkapi dengan suara”.

Pasal tersebut dibuat sebab keberadaan kendaraan listrik tanpa suara dianggap membahayakan pengguna jalan lain lantaran keberadaannya tidak terdeteksi.

Budi Karya pun sempat meminta pasal tersebut ditinjau kembali sebab menilai kendaraan listrik memang lebih nyaman jika dibuat tak bersuara.

“Jadi yang diserahkan ke KemenkumHAM memang masih ada soal pasal suara. Jika dari sana minta dihapus soal itu, bisa dihapus. Kami ikut saja,” kata Sigit. (*)

ccnindonesia