PROBATAM.CO, Anambas – Pemerintah Pusat tetap bersikukuh mendatangkan ratusan nelayan Pantai Utara (Pantura) ke laut Natuna Utara meski mendapat penolakan keras nelayan lokal.
Kepastian kedatangan kapal pengangkut nelayan Pantura ini diperoleh dari Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANNA), Hendri.
“Ya, dalam waktu dekat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mendatangkan 30 unit kapal dengan alat penangkap ikan (API) cantrang,” kata Hendri dihubungi, Senin (3/1).
Pengiriman tersebut kata dia merupakan tahap pertama. Menurutnya ini adalah pilot project dari pemerintah sesuai dengan anggaran.
“Pusat membantu kapal dengan alat tangkap ikan cantrang dengan diskon BBM industri, bantuan pembekalan, dan bantuan pengamanan,” kata dia.
Hendri menilai rencana pemerintah memobilisasi nelayan Pantura di laut Natuna Utara itu bukan dalam rangka misi bela negara, namun lebih kepada kepentingan untuk memindahkan zonasi tangkap.
“Nelayan di Kabupaten Natuna jelas menolak rencana tersebut, karena akan mempengaruhi dan mengancam hasil tangkapan nelayan lokal,” katanya.
“Kita tawarkan di atas 100 mil tidak mau, kalau zonasi tangkap kapal cantrang adalah 50 mil itu yang akan menimbulkan konflik dengan nelayan kami karena jarak itu adalah tempat nelayan kami beroperasi,” tambahnya.
Selain itu, Hendri menuturkan bahwa alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Pantura tidak ramah lingkungan dan berpotensi mengancam sumber daya ikan.
“Alat tangkap cantrang itu selain merusak sumber daya ikan, juga berpotensi menimbulkan konflik sosial antar nelayan,” sambungnya.
Menurut Hendri, pemerintah seharusnya memperdayakan nelayan lokal untuk mengisi kekosongan di zonasi laut Natuna Utara.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPC HNSI) Anambas, Supardi mengatakan, nelayan di Anambas juga menolak rencana tersebut.
“Nelayan kami jelas menolak, bahkan menolak keras nelayan Pantura itu karena alat tangkap yang mereka gunakan adalah jenis alat tangkap yang merusak ekosistem laut,” katanya.
Supardi menjelaskan bahwa alat penangkapan ikan cantrang yang digunakan nelayan Pantura tersebut dilarang dalam peraturan Menteri.
“Padahal ada dua peraturan Menteri yang melarang penggunaan alat tangkap cantrang itu, dimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia dan Peraturan Menteri nomor 71 tahun 2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia,” jelasnya.
Maka dari itu, lanjut Supardi, pemerintah terkesan memaksakan kebijakan yang akan menimbulkan potensi konflik dan berakibat nelayan di Natuna dan Kepulauan Anambas hidup di garis kemiskinan.
“Rencana pemerintah tanpa mengakomodir tuntutan nelayan kita di Kepulauan Anambas dan Natuna, sekarang kapal cantrang melenggang beroperasi, kalau mau menjaga laut tentu nelayan kami siap dan pemerintah tolong berdayakan nelayan lokal bukan malah mendatangkan nelayan Pantura dengan alat tangkap merusak,” sesalnya.
“Kalau tetap dipaksakan tentu hasil tangkap nelayan lokal terus berkurang dan berujung pada bertambahnya angka kemiskinan,” sambungnya.
Supardi menuturkan bahwa nelayan di Kepulauan Anambas khususnya selama ini terus mengalami penurunan hasil tangkap dan makin jauh melaut. Hal tersebut diakibatkan keberadaan kapal-kapal 30 GT dengan alat tangkap jaring.
“Kapal-kapal nelayan luar yang beroperasi di wilayah kami sudah berjumlah 815 unit dengan berbagai jenis alat tangkap seperti salah satunya pursen seine (jaring kantung), jangan ditambah menderita dengan mendatangkan nelayan Pantura,” tutupnya. (edy)
