PROBATAM. CO, Jakarta – Kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belakangan menjadi sorotan berbagai pihak. Hal ini dikarenakan mencuatnya berbagai kasus di industri jasa keuangan, seperti salah satunya kasus Jiwasraya.
Melihat fenomena ini, Citiasia bersama Majalah Infobank berinisiatif melakukan studi untuk mengetahui persepsi stakeholder terhadap peran, kinerja, dan sinergi OJK dalam pengelolaan risiko industri keuangan nasional. Harapannya, studi ini dapat memberi sumbangan pemikiran untuk penguatan industri keuangan nasional ke depan.
Dilansir merdeka.com, survei yang bersifat kualitatif dan kuantitatif ini dilakukan pada periode 28 November sampai dengan 11 Desember 2019. Sebanyak 182 responden (praktisi industri keuangan, dengan posisi setingkat manajer ke atas) dari 114 institusi jasa keuangan, baik perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa pembiayaan khusus.
Hasilnya, dalam hal pengaturan dan pengawasan kelembagaan, sekitar separuh responden dari perbankan (53,3 persen) dan lembaga pembiayaan (55,6 persen) yang menilai OJK sudah berkinerja maksimal. Hal ini lebih rendah dibandingkan responden industri asuransi (67,4 persen) dan praktisi jasa keuangan khusus (75,5 persen) yang sudah menganggap kinerja OJK cukup baik.
Para praktisi lembaga keuangan menilai kinerja pengaturan dan pengawasan kelembagaan OJK tidak maksimal karena persepsi bahwa OJK mempersempit pengembangan dan ruang inovasi industri keuangan. Keluwesan dalam balancing antara pengelolaan risiko dan pengembangan industri, serta keberlanjutan usaha dirasakan masih kurang mendapatkan perhatian dalam regulasi dan implementasi fungsi ini.
“Praktisi perbankan juga menyoroti belum jelasnya arah pengembangan industri, lemahnya penguatan pemahaman bisnis dan teknis regulator, serta belum maksimalnya peran mediasi dan edukasi regulator bagi pemegang saham,” tulis hasil survey tersebut seperti dikutip Liputan6.com, Selasa (28/1).
Fungsi Pengaturan dan Pengawasan
Terkait fungsi pengaturan dan pengawasan kesehatan lembaga keuangan, separuh praktisi kelompok perbankan (55 persen), dan tiga dari lima praktisi asuransi (63 persen), lembaga pembiayaan (59,3 persen), lembaga jasa keuangan khusus (61,2 persen) menganggap OJK memiliki kinerja baik.
Kurangnya daya saing dan efisiensi menjadi faktor yang berpengaruh dominan terhadap persepsi kinerja pengaturan dan pengawasan kesehatan. Persaingan sehat dan keberlanjutan usaha dirasakan para praktisi belum mendapatkan porsi perhatian memadai dalam beleid yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh OJK.
Sedangkan untuk fungsi pengaturan dan pengawasan kehati-hatian lembaga keuangan, performa OJK dianggap lebih baik dibanding dua aspek sebelumnya. Sekurangnya tiga dari lima praktisi kelompok perbankan (58,3 persen) dan asuransi (63 persen), serta tiga dari empat praktisi kelompok lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan khusus (74,1 persen dan 75,5 persen) mengakui OJK berkinerja baik.
Aturan dan pengawasan terhadap tata kelola dan keamanan teknologi informasi lembaga keuangan berpengaruh kuat terhadap persepsi performa OJK dalam pengaturan dan pengawasan kehati-hatian. Kalangan lembaga pembiayaan menyoroti pentingnya kolaborasi dengan asosiasi guna meningkatkan kemampuan manajemen risiko. Sementara kalangan perbankan memandang perlunya sistem pengawasan yang mampu mendeteksi adanya penyimpangan.
Pada fungsi pemeriksaan, separuh praktisi lembaga pembiayaan (51,9 persen) dan sekitar tiga perlima praktisi perbankan (58,3 persen), asuransi (63 persen), dan lembaga jasa keuangan khusus (63,3 persen) berpendapat kinerja pemeriksaan OJK telah berjalan dengan baik. Konsistensi dan kompetensi pengawas menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap persepsi kinerja pemeriksaan.
Perlindungan Konsumen
Terkait fungsi perlindungan konsumen, OJK dipandang memiliki performa baik oleh separuh (53,2 persen) praktisi perbankan, dan sekitar tiga perlima praktisi asuransi (58,7 persen), lembaga pembiayaan (63,3 persen), serta lembaga jasa keuangan khusus (63,3 persen).
Mengenai, indeks kinerja OJK secara keseluruhan mencapai 59,3 persen. Secara komposit, indeks persepsi kinerja pengaturan dan pengawasan kelembagaan secara keseluruhan mencapai 63,2 persen, pengaturan dan pengawasan kesehatan 59,3 persen, pengaturan dan pengawasan kehatihatian 66,5 persen, pemeriksaan 59,9 persen, dan perlindungan konsumen 58,8 persen.
Jika dilihat dari kelompok industri, lembaga pembiayaan memiliki indeks persepsi kinerja OJK keseluruhan terendah (51,9 persen), diikuti kelompok perbankan (55 persen), lembaga jasa keuangan khusus (63,3 persen) dan kelompok asuransi (65,2 persen). Alokasi iuran ke OJK dianggap belum berdampak nyata dan positif.
Menariknya, berkaitan iuran yang dibebankan OJK, kelompok perbankan memiliki porsi yang berkeberatan paling tinggi (53,3 persen) dibanding kelompok lainnya (asuransi 37 persen, lembaga pembiayaan 37 persen, dan lembaga keuangan khusus 49 persen).
Alokasi yang dirasa belum berdampak nyata dan positif menjadi alasan utama mereka yang keberatan dengan iuran OJK. Ketika dibandingkan dengan pengawasan BI terhadap perbankan di masa sebelumnya, bankir yang setuju sedikit lebih banyak (55 persen) dibanding bankir yang tidak setuju (45 persen). (*)
merdeka.com