Hariyadi Sukamdani. Foto: IST

Apindo Dukung Pengetatan Impor Barang Impor

PROBATAM.CO, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung pengetatan impor barang kiriman melalui penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.054.2019 terkait Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.

Dalam peraturan yang akan berlaku pada 30 Januari 2020 tersebut, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menurunkan nilai pembebasan bea masuk atas impor barang kiriman dari sebelumnya US$ 75 menjadi US$ 3 per paket (consignment note/CN). Artinya, impor barang kiriman senilai US$ 3 bisa dikenakan tarif bea masuk, sedangkan pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) diberlakukan normal.

Dalam aturan itu, pemerintah juga menurunkan tarif dari semula berkisar 27,5%-37,5%, terdiri atas bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP, dan PPh 20% tanpa NPWP menjadi 17,5%, terdiri atas bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, peraturan tersebut memang dibuat atas permintaan dari pengusaha dalam negeri. Berdasarkan catatan Apindo, pada 2017, impor barang kiriman baru mencapai 6,1 juta CN, lalu naik pada 2018 menjadi 19,5 juta CN, dan naik lagi pada 2019 57,9 juta CN.

“Kami khawatir tingginya impor mengganggu industri, terutama industry kecil dan menengah (IKM), termasuk pengrajin. Oleh karena itu, kami meminta pemerintah untuk membuat ingkat kompetisi yang adil, terutama melalui tarif, sehingga dilakukan penurunan nilai pembebasan atas impor barang kiriman dari US$ 75 menjadi US$ 3 per kirman,” kata dia di Jakarta, Kamis (23/1). Haryadi menerangkan, dari 57,9 juta CN barang kiriman impor pada 2019, sebanyak 45 juta CN masuk melalui Batam. Sebanyak 96,56% untuk e-commerce.

Pada prinsipnya, dia menuturkan, seluruh barang dari luar negeri yang masuk ke Kawasan Bebas Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor. Tetapi, apabila kiriman tersebut dikeluarkan dari Batam ke wilayah Indonesia lain, akan tetap dikenakan bea masuk dan pajak impor sesuai dengan PMK Nomor 199/PMK.04/2019 yang segera berlaku.

“Industri kecil menengah di Batam tidak dikenakan bea masuk dan sebagainya kalau barang IKM keluar dari Batam. Yang dikenakan itu betul betul barang yang sifatnya transit (menetap sementara di Batam), yaitu impor barang dari luar negeri, masuk ke Batam, dan dikeluarkan lagi ke wilayah Indonesia lain,” ucap dia.

Hariyadi mengatakan, ke depan, Ditjen Bea dan Cukai akan meminta e-commerce menyerahkan data asal barang yang dijual para penjualnya. Dengan demikian, Bea Cukai dapat mendeteksi besaran bea masuk dan pajak barang yang harus penjual online bayarkan.

“Jadi sekarang semua barang mendapatkan perlakuan yang sama,” ucap Hariyadi.

Sebelumnya, komunitas pelaku usaha dalam jaringan Kota Batam (Batam Online Community/BOC) menolak pemberlakuan PMK Nomor 199/PMK.04/2019. Menurut mereka, PMK tersebut dapat meningkatkan biaya pengiriman barang dari Batam ke daerah lain di Indonesia.

“Batam ikut kena imbasnya. Karena barang-barang yang dikirim dari Batam ke daerah lain di Indonesia dianggap impor,” kata Ketua BOC Saugi Sahab seperti dilansir dari Antara.

Sementara itu, senada dengan Haryadi, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah mendukung penerapan PMK Nomor 199/PMK.04/2019. Sebab, lonjakan impor barang kiriman dapat mengganggu penjualan produk dalam negeri. Aturan tersebut diharapkan dapat menyeterakan persaingan antara produk dari dalam negeri dan luar negeri.

“Kami harap tidak ada miskomunikasi di publik, bahwa IKM dan UKM tidak dirugikan. Justru dengan aturan ini, produsen UKM yang benar akan mendapatkan kenaikan penjualan, dan justru merangsang produksi dalam negeri,” tutur Budiharjo.

Tak jauh berbeda, Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) E.G. Ismy mengatakan, sampai saat ini produk tekstil yang mendapatkan perlindungan baru serat dan benang, sedangkan pakaian jadi belum ada. Karena itu, dia mendukung penerapan PMK Nomor 199/PMK.04/2019 untuk memperketat impor barang kiriman berupa pakaian jadi. Dengan demikian, dia berharap industri pakaian jadi pun dapat berkembang.

“Di Indonesia harus banyak industri pakaian jadi karena gampang menyerap tenaga kerja,” kata dia.

Public Policy dan Government Relation Indonesia E-Commerce Association (IdEA) Rofi Uddarojat mengatakan, penerapan PMK Nomor 199/PMK.04/2019 tidak akan terlalu berdampak pada transaksi e-commerce. Pasalnya, selama ini, impor barang kiriman dari luar negeri hanya menyumbangkan sekitar 5% dari keseluruhan transaksi e-commerce.

Selama ini, kegiatan e-commerce masih ditopang oleh UMKM dalam negeri. “Saya kira tidak akan terdampak secara signifikan oleh adanya kebijakan ini,” ucap Rofi. (*)

Investor.id