PROBATAM.CO, Jakarta – Perusahaan ritel fashion asal Amerika Serikat Forever 21 menyatakan telah mengajukan pailit. Pailit ialah status dari pengadilan niaga bagi debitur saat mengalami kesulitan keuangan untuk membayar utangnya ke kreditur.
Dilansir dari laman detik.com, Senin (30/9/2019), Manajemen Forever 21 telah mengajukan pailit dan menyatakan akan mengajukan izin untuk menutup 178 dari 800 toko ritel mereka.
Meski begitu, dalam sebuah surat yang ditujukan kepada konsumen, pihak manajemen menyatakan bahwa sejumlah toko masih akan terus buka dan beroperasi sembari menunggu keputusan terkait pailit.
“Kami berharap sejumlah besar toko ini akan tetap terbuka dan beroperasi seperti biasa, dan kami tidak mengharapkan untuk keluar dari pasar utama di AS,” jelas perusahaan.
Keputusan untuk menutup beberapa toko ritel dan pindah ke lokasi yang lebih murah merupakan hal utama yang dilakukan perusahaan.
Executive Vice President Forever 21 Linda Chang bilang, menyatakan kebangkrutan merupakan langkah penting untuk mengamankan masa depan perusahaan.
“Dengan demikian kami bisa melakukan reorganisasi dan reposisi Forever 21,” ujarnya.
Forever 21 adalah satu dari sekian banyak retailer dunia yang dihadapkan pada masalah akibat maraknya perdagangan online yang mendisrupsi perdagangan ritel.
Tingkat utang yang tinggi, juga mahalnya biaya sewa lokasi menjadi hal yang membebani para peritel. Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan perusahaan ritel dengan kondisi keuangan yang sehat juga menutup beberapa toko mereka, dan yang tengah terseok-seok umumnya akan berakhir menyatakan kebangkrutan.
“Perusahaan ritel bergantung pada utang untuk mendukung pertumbuhan pendapatan mereka yang secara berkala melambat,” ujar partner Firma Konsultan AT Kearney Greg Portell.
Hingga saat ini, sebanyak 8.200 toko milik retailer Amerika Serikat telah ditutup, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar 5.589 toko.
Payless dan Gymboree, perusahaan ritel ternama AS lainnya juga telah menyatakan kebangkrutan untuk kedua kalinya, dan menutup lebih dari 3.000 toko milik mereka. Hingga akhir tahun, Coresight Research memprediksi bakal ada 12.000 toko ritel yang ditutup hingga akhir 2019. (*)