BPJPH Menjamin Pengurusan Sertifikasi Produk Halal di Batam Murah

PROBATAM.CO, Batam – Pengurusan sertifikasi produk halal lewat badan baru resmi berlaku terhitung mulai 17 Oktober 2019. Unit kerja di bawah Kementerian Agama yang dinamai Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menjamin biaya sertifikasi lebih murah.

“Pasti lebih murah, tidak lebih dari Rp2.500.000,” ungkap Kepala Bidang Auditor Halal dan Pelaku Usaha BPJPH Umam Khobibul di sela-sela pembinaan jaminan produk halal di Hotel Aston Batam, Senin (26/8).

Peraturan baru penerbitan sertifikasi halal lewat badan layanan umum ini mengacu pada UU No.33/2014 tentang Jaminan Produk Halal. Implementasi aturan baru stempel halal sudah di depan mata karena mulai diterapkan per 17 Oktober 2019.

Batam dipilih menjadi lokasi pembinaan bersama Makasar pada tahun ini karena tingginya permintaan pelaku usaha dan konsumen akan jaminan produk halal.

BPJPH menjadi unit baru yang punya tiga fungsi sekaligus yaitu pusat registrasi, sertifikasi halal, pusat pembinaan dan pengawasan jaminan produk halal sampai pusat kerja sama serta standardisasi halal.

Umam menyatakan, diatur lewat UU Jaminan Produk Halal, maka aturan halal menjadi wajib atau mandatory. Ada tiga sektor mandatory yakni makanan dan minuman, farmasi serta kosmetik. Industri makanan dan minuman mendapat masa transisi registrasi halal hingga 2024. “Sayang obat belum,” kata dia.

Selama ini Lembaga Pengkajian pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) adalah lembaga yang menerbitkan sertifikasi halal. Namun Umam memastikan LPPOM-MUI tetap terlibat dalam penerbitan sertifikasi halal.

LPPOM-MUI menjadi auditor Layanan Penjamin Halal (LPH) dan MUI tetap punya wewenang memberikan fatwa halal. Kemudian, jika stempel halal MUI berlaku dua tahun, stempel halal BPJPH punya masa berlaku selama empat tahun. “Sebelum 17 Oktober, sertifikasi halal tetap di MUI dan berlaku sampai 2021. Setelah itu lewat BPJPH,” tutur dia.

Peraturan pelaksana aturan jaminan halal ini juga mengatur soal biaya sertifikasi yang tidak gratis. Menurut Umam, formula tarif sudah selesai dan tengah diharmonisasi dengan Kementerian Keuangan. Hanya saja dia enggan merinci besaran tarif itu meski menyebut lebih murah dari tarif selama ini.

Formula tarif itu tidak diputuskan sepihak karena melibatkan banyak pihak mulai dari MUI sampai pelaku usaha. “Jangan berpikiran dengan ongkos yang memberatkan,” kata dia. Secara singkat,

Sementara itu, Alur pendaftaran dan sertifikasi halal diajukan pelaku usaha ke BPJPH. Badan layanan umum ini lalu mengirim administrasi pendaftaran ke auditor Layanan Penjamin Halal (LPH) untuk verifikasi.

Tahap selanjutnya sidang fatwa dari MUI dan terakhir penerbitan sertifikat halal. Peraturan pelaksana UU ini sudah mengatur batas waktu proses sertifikasi. Maksimal lima hari untuk registrasi, 20 hari audit proses di LPH dan 30 hari sidang fatwa lalu maksimal tujuh hari untuk penerbitan sertifikat.

“Tidak lebih dari 62 hari,” sambung Umam. Di Kepri, BPJPH sudah memiliki kerjasama untuk pembentukan auditor Layanan Penjamin Halal (LPH). Pertama di Batam yakni LPH Poltek Batam. Satu lagi tengah diajukan dari kampus di Tanjungpinang.

Hanya saja, BPJPH belum memiliki unit kerja di provinsi sehingga pada saat implementasi sertifikasi halal 17 Oktober, pengurusan bisa diajukan ke Kanwil Kementerian Agama Kepri. Tak hanya aturan baru, logo halal juga berubah. BPJPH sudah mengajukan logo baru ke Kementerian Hukum dan HAM tapi logo itu dirahasiakan.

BPJPH juga mengajukan nomenklatur unit kerja di provinsi ke Kementerian PAN-RB sehingga layanan halal bisa hadir di seluruh provinsi. “Jaminan halal ini penting untuk menjamin perlindungan konsumen dan berdampak memberi nilai tambah bagi pelaku usaha,” jelas dia.

Adapun sejumlah pelaku usaha yang hadir dalam pembinaan itu mempertanyakan peran BPJPH karena alur pendaftaran sertifikat halal terkesan menambah birokrasi. “Jadi agak ribet dan tambah panjang ya,” ujar Khodijah, peserta pembinaan.

Sementara Qori, pelaku usaha kecil dan menengah di Batam mengungkapkan terkendala masuk supermarket karena produk kripiknya tidak berstempel halal. Sedangkan upermarket meminta stempel halal karena banyak wisatawan asing membeli produk yang berstempel halal. Sementara Qori yang berniat mengurus stempel halal menganggap prosesur stempal halal ribet dan memakan biaya yang tak murah.

“Biayanya Rp2,5 juta bahkan sampai Rp4 juta,” (Ina)