PROBATAM.CO, Jakarta – Sejak tahun 2014 saat dimulainya pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga 2019 ini, angka pertumbuhan ekonomi hanya berkutat di kisaran 5 persen.
Target ambisius tak pernah terealisasi, karena pemerintah dinilai tak realistis menetapkan angka-angka asumsi. Pada tahun 2014, target pertumbuhan 6 persen dan terealisasi 5,01 persen. Begitu pula tahun 2015, target 5,8 persen terealisasi 4,88 persen.
Sementara pada tahun 2016, target 5,3 persen terealisasi 5,03 persen, tahun 2017 target 5,2 persen terealisasi 5,07 persen, tahun 2018 target 5,4 persen terealisasi 5,17 persen, dan kini 2019 pertumbuhan yang dipatok 5,3 persen juga cenderung tak terealisasi lagi.
Hal inilah yang diungkap Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat dimintai komentarnya lewat pesan singkat usai mengikuti Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan di sekitar 5 persen. Pemerintah menyatakan, tekanan makro ekonomi global turut pengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Heri, Selasa (18/6).
Pengaruh itu kata Heri menunjukkan adanya problem fundamental ekonomi yang kondisinya tidak begitu baik. Persoalan fundamental ekonomi Indonesia memang menjadi masalah yang serius.
Angka pertumbuhan yang berkutat di kisaran 5 persen, menurut politikus Partai Gerindra ini, sangat tidak mencukupi kebutuhan ekonomi rakyat Indonesia yang populasinya terus bergerak naik, begitu juga angkatan kerjanya.
Apalagi, dengan posisi pertumbuhan seperti sekarang kian tak memadai karena harus mengimbangi besarnya inflasi selama lima tahun terakhir yang berkisar antara 2–3 persen.
Jadi, sambung dia, pertumbuhan riil yang dinikmati rakyat Indonesia sesungguhnya tidak lebih dari 3 persen saja.
“Jika rata-rata pertumbuhan berkisar 5 persen terus berlanjut, bisa jadi kita akan terperangkap menjadi negara dengan pendapatan menengah,” nilai legislator dapil Sukabumi tersebut.
Sumber : Dpr.go.id